Cari Blog Ini

Selasa, 27 November 2012

SCRIPT MATAHARI (UNTUK) BULAN


Scene 1: jalan raya sepi
beberapa kendaraan lewat Vika berjalan tampak putus asa berhenti didepan gerbang rumah, terduduk menatap ponselnya

Ekstra 1:
ayo, berderinglah

Setelah lama, tergesa-gesa mengangkatnya

halo, ia benar saya sendiri”. (mendengar dengan teliti) “benarkah? Dimana (wajahnya tampak berseri) baiklah, sebentar lagi saya akan meluncur kesana (mempersiapkan beberapa barang kebutuhannya, ia menghubungi kekasihnya)
“sayang, katanya ada sebuah kampung yang masih kental mempertahankan kebudayaan. Kesana yuk. Ok, aku tunggu ya. Jangan lama-lama

Scene 2: di jalan kecil sebuah kampung
beberapa orang berdiri, nampak di wajah mereka rasa khawatir, sebab sampai jam hampir malam, ada yang nampak putus asa, sebagian terduduk. Lelah, bosan. Begitulah orang-orang itu menunggu depan gardu menuju kampung halaman.

Ekstra 2:
(berteriak) dia…….datang

Orang-orang serentak menatap senang sepeda motor yang berjalan semakin mendekat dan berhenti

Ekstra 2:
Kau bisa menjemputku setelah tiga hari, terimakasih sebelumnya

Cont’d
Ekstra 1:
Maaf, perjalanan sedikit terhambambat, sudah lama disini? Sebaiknya kita langsung saja menuju desa

Dia masih banyak pekerjaan, jadi tak bisa tinggal bersamaku

Scene 3: di kampung
Vika disambut oleh beberapa sesepuh adat dan sebuah tarian tradisional. ia mengeluarkan kamera mini dan sebuah buku harian ditempat itupula ia bertemu dengan temannya Tika yang memberinya info di telpon, ia banyak mendapatkan penjelasan-penjelasan tentang kegiatan yang sedang berlangsung

Ektra 1: (mengambil gambar)
Terimakasih infomu

Ekstra 3: tersenyum, berbicara banyak hal, sesekali menunjuk kearah penari (catatan 1)
Namanya bulan, nanti kau aku kenalkan dengannya
Selepas latihan, Tika mendekati Bulan dan membicarakan prihal kedatangan Vika, dari arah panggung Tika menunjuk kearah Vika dan Bulan memperhatikan dengan seksama. Mereka kemudian menghampiri Vika yang sedari tadi selesai mengambil gambar dan menulis di buku hariannya.

Ekstra 4: (memperbaiki penampilannya)
Beginilah kampung kami setiap harinya, dari generasi ke generasi upacara adat gawe selalu dilakukan. Kata amaq dan inaq, agar kesenian dan kebudaya tetap utuh dan bisa dikenal generasi selanjutnya

Ekstra 5: (dari arah panggung, memperhatikan sejenak)
Ulan, beke’ temoe tie istirahat juluk maeh. Lelah ruenne

Ekstra 4:
Kata amaq, kita harus istirahat

Cond’t
Ia adalah orang yang paling dituakan di kampung ini, salah satu dari puluhan pemangku adat yang masih kuat ingin mempertahankan kebudayaan

Ekstra 1:
Apakah kau mau menemaniku membicarakan beberapa hal tentang tradisi ini

Ekstra 4: (khawatir)
Tapi, amaq bilang

Ekstra 1: (memotong)
Hem sebentar sajalah, waktuku tidak banyak disini. Aku hanya butuh beberapa data untuk dikirimkan kepada rektor di kampus

Ekstra 4: (tersenyum)
saya takut dia nanti marah. Santailah, kita nikmati dulu suasana di kampung terpencil ini

Sene 4: teras depan rumah
vika membuka notebooknya dan mengembangkan tulisan yang ia buat di buku catatan hariannya

ekstra 5: (keluar rumah, memperbaiki kainnya)
Beginilah kampung kami mbak, tak ada yang bisa diharapkan dari kesenian, dulu kampung ini lebih ramai dengan adanya pemuda-pemuda yang ikut serta menjaga kelestarian budaya. Tapi, mereka lebih memilih keluar negeri. Bagi mereka, tak ada yang pantas diandalkan dari berkesenian, saya pergi sebetar dulu, kau diam saja disini bersama Bulan.

Ekstra 4: ( membawa minuman dan makanan, meletakkan di atas meja, duduk di sebelahnya)
silahkan dinikmati mba’ tapi maaf disini tidak ada makanan sebagus kota.
Hidup dengan berkesenian mungkin adalah tindakan bodoh, aku sebenarnya sangat ingin meninggalkan kampung ini. Disini tak ada yang bisa diharapkan dari berkesenian


Ekstra 1: (meyakinkan)
Ayahmu tadi bercerita, tapi tidak banyak, sebaiknya kamu jangan berkecil hati, harusnya kamu bangga dengan yang dimiliki kampung halamanmu. Justru ini akan membawa penghasilan bagi daerah bila di kelola dengan baik. Kamu mau mengajariku bahasa daerahmu. Setidaknya itu akan mempermudahku untuk mengenali kebudayaanmu, waktu saya tidak banyak karena harus kembali ke kota. Jadi, saya akan menulis beberapa hal tentang daerah ini

Cat to notebook
Ekstra 1: (mengisi blog, lampiran beberapa foto) “nasib kesenian dan budaya di masa mendatang”
Ekstra 4: (bingung, heran)
Itu…
Ekstra 1: (tersenyum)
Ini adalah salah satu media untuk memperkenalkan diri, tidak hanya itu, media ini bisa dimanfaatkan sebagai ajang promosi. Kamu bisa melakukan hal yang sama, memperkenalkan kampung halamanmu dan kebudayaan yang berkembang disini, saya yakin. Dengan potensi yang dimiliki kampung halamanmu itu akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan
Ekstra 4:
Kalau begitu, bantulah saya vika. Aku mengajari mba bahasa daerahku dan mba mengajariku tentang blog itu

Scene 5:
Vika meninggalkan desa, dijemput pacarnya
Ekstra 1:
Suatu hari nanti, semoga kita bertemu lagi

Ekstra 4: (melambaikan tangan, tersenyum)
Hati-hati di jalan ya

Cond’t
Bulan belajar mengisi blog miliknya. Beberapa orang berkunjung ke kampung halamannya, sebab itupula, vika kembali ke kampung tersebut tanpa diketahui bulan

Ekstra 4: (berfikir, tersenyum lebar)
Inilah kampung yang kurindu, kampung budaya.

Ekstra 1: (dari belakang, tersenyum)
sebuah mimpi yang dulu temaram menjadi terang seperti matahari untukmu bulan. Selamat ya

ekstra 4: (terkejut, menoleh)
Semoga saja ini bukan mimpi tengah hari

Ekstra 1: (menulis buku hariannya “catatan 5&6” kemudian menutup bukunya)

Jumat, 16 November 2012

SHORT MOVIE "MIMPI DENDE AYU"


MIMPI DENDE AYU


Sebuah kisah gadis remaja berusia 16 tahun. Sejak kecil ia hidup bersama kedua orangtuanya dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan, tak seperti rumah para tetangga. Tidak ada TV, kulkas, ataupun radio sebagai pelipulara, ia ditinggalkan oleh ayahnya dalam usianya ke 16 karena penyakit sesak nafas akut yang diderita.
Tidak seperti gadis biasanya, Dende Ayu adalah gadis remaja yang memiliki segudang prestasi dibidang seni, ia adalah sosok gadis yang sering membawa nama sekolah memenangkan beberapa lomba baik ditingkat Kecamatan dan Kabupaten. Tidak hanya sampai disitu, ia bahkan sering memenangkan lomba di luar sekolah.
Dende ayu adalah seorang manusia normal, yang memiliki mimpi-mimpi seperti gadis-gadis ABG lainnya, mimpi sederhana untuk membuat orangtuanya bangga dengan prestasi yang dimilikinya. Ia adalah sosok gadis yang dikenal sangat sederhana, baik hati dan suka bergaul. Sayang, semua mimpi-mimpi yang ia miliki menjadi pudar setelah kematian ayahnya, ia merasa sangat kasian dengan ibunya yang bekerja pagi, siang bahkan malam. Tak jarang ibunya harus batuk dan sakit-sakitan sebab menanggung beban yang terlalu berat bagi perempuan. Hal itupula yang membuat Dende ayu berfikir bahwa, dia harus berhenti dari sekolahnya agar ia tidak menjadi penambah beban orang yang paling dicintainya, sering ia katakan kepada sahabat baiknya: “Lentang, sepertinya aku harus berhenti sekolah, kematian ayahku yang beberapa tahun memaksa ibu harus bekerja keras, aku tidak sanggup melihat penderitaannya”. Keadaan yang begitu menekan bagi seorang anak ABG, “aku sudah tidak sanggup lagi dengan semua ini, aku merasa semua harus berahir, aku tidak mampu memiliki mimpi lagi, mimpi itu sudah aku kubur dalam-dalam”. Sifatnya yang peramah dan suka bergaul sedikit berubah, ia menjadi sosok yang pendiam dan suka murung setelah kepergian ayahnya.
Dengan segala kenyataan-kenyataan yang dihadapi itu, Dende merasa apa yang menimpanya terlalu berat. Ia sangat sadar dengan keadaannya dan keadaan orangtuanya, hal itulah kemudian membuat Dende mengambil keputusan untuk berhenti dari sekolahl
Demikianlah Dende dihadapkan pada mimpi dan kenyataan, mimpi yang selama ini selalu didamba-damba dan kenyataan akan kerasnya aral yang  merintang. Namun Dende tidak pernah patah semangat ia terus menggali potensi dalam dirinya sambil terus berdo’a agar Tuhan mendengarkan keluh kesahnya. Bagi Dende, Tuhan adalah satu-satunya tempat melepas dan mencurahkan perasaan tanpa ragu dan khawatir tidak didengarkan.

Yogi S. Memeth

Selasa, 14 Agustus 2012

CERPENKU: KORAN CYBER

LELAKI DAN DONGENG PEMBUNUH








 Dingin malam itu tidak juga menghentikan mulut lelaki bermata sayu menghabiskan tawa di tepi jalan sebuah taman kota. Bulan sabit yang memancar setengahnya tenggelam di dalam kabut hitam menjadikan bias cahanya berkilau seperti tembaga. 
Semakin indah malam itu untuk mengulang kisah-kisah lama yang masih hangat di benaknya, ia baru saja selesai menelponku selepas seorang lelaki datang ke rumahnya sembari membawa kamera kesayangannya. “tunggu aku, sebentar lagi kita akan segera kesana. Kemudian kita akan membelah malam dengan seikat puisi, disini ada seorang berilmu. sakti” ucapnya dari balik gagang telepon miliknya.  Demikianlah kabar yang aku dengar malam itu, segala peristiwa terkunci dan berkumpul dalam dada kembali bersemi ingin meledakkan putik-putik yang terlalu lama mengatup dalam sebuah kuncup.
Duapuluh menit sudah, setelah telpon terputus. Suara deru sepeda motor terdengar dari depan rumah, tidakku hiraukan suara itu. sampai tepat berhenti di sampingku, “ayok bung, kita pergi” ucap seorang lelaki selepas mematikan mesin.
Aku menoleh, seorang lelaki bertubuh gempal dengan senyum yang belum aku mengerti, menegurku. “bagaimana kabarmu bung, apa kau sehat saja” ucapnya sambil menyodorkan tangan kanan untuk memberikan salam. Malam yang sungguh tak pernah aku duga, seorang lelaki kelas elit datang mengunjungi rumah sederhanaku yang penuh dengan bising kenyataan. Dimana aku menikmatinya sebagai sebuah kesunyian.
Aku diam malam itu, nikmat dingin dalam perjalanan yang menusuk tulang tubuh kurusku tanpa baju penghangat tak menghentikan rasa dahaga untuk bertemu dengan lelaki itu. Sungguh sebuah rasa seperti kemarau yang tiba-tiba hujan tak terduga datang.

*******************

Ini adalah kali keduanya kami bertemu setelah beberapa bulan terlewat selepas acara sebuah lomba di kampus. Tak banyak hal yang bisa kami bicarakan, mungkin baginya aku adalah mahluk aneh yang belum bernama.
Setelah beberapa waktu, pada akun yang kubuka waktu itu. Seorang teman memberikan saran kepadaku untuk menulis sebuah nama. Nama yang kemudian akan mengantarkanku pada sebuah pertemuan rutin dengan lelaki itu, lelaki yang sempat kukenal waktu itu. “hei, apa kabarmu, kau masih mengingatku? Kita sempat bertemu. Dulu, waktu acara festival itu. Kau ingat?” ucapku meyakinkan. “ooh,,iya..bagaimana kabarmu” jawabnya entah bingung, atau pura-pura mengingat untuk memberi sedikit ruang bagi perbincanganku. “aku teman si Febrian”, “astaga……..bagaimana, bagaimana” kali ini jawabnya sangat tegas, seolah nama febrian baginya adalah sebuah nama yang mengingatkannya pada sebuah kenangan. Entah kenangan apa itu. Jelas, nama febrian menjadi sebuah tiket untuk perkenalan dengan lelaki itu.
Setelah waktu itu, pertemuanpun menjadi sering terjadi. Walaupun kami jarang melakukan pembicaraan yang panjang, karena bagiku. Tak ada satu katapun bisa terucap untuk seorang lelaki yang memiliki kelas jauh lebih tinggi, lelaki terkenal dengan nama mentereng. Sebuah nama pembawa kenangan.
Keadaan itu tentu sangat mengganggu, aku sangat ingin ketika orang lain menyebut namaku.  Mereka akan teringat satu hal, tentang seorang lelaki yang berdiri di atas langit dengan segala bintang-bintang, air dan ikan-ikan itu sangat ribut menyebut sebuah nama. adalah aku.


*******************
Febrian lelaki yang sangat suka menulis segala peristiwa, orang lebih mengenalnya sebagai seniman. seorang  berwajah mulus dan tampan, menjadi idaman perempuan.
Hari itu adalah sabtu, pertemuan pertama setelah beberapa tahun tidak bertemu dengan seorang bernama Randu. Iapun kemudian mengajakku pergi ke taman kota selong untuk mengikuti sebuah acara, pertemuan para seniman muda Lombok Timur. Sungguh peristiwa yang sangat luarbiasa bagiku, setelah beberapa lama aku tidak pernah bertemu dengan tokoh seniman. Hari itu, menjadi sangat istimewa. Hari yang telah lama aku nanti-nantikan.
Selepas turun dari kendaraan, aku menuju lingkaran paling tengah taman itu, wajah-wajah menatapku. Ada yang penuh tanya, adapula yang biasa saja. “selamat sore bung, apa kabarmu hari ini. Silahkan duduk” ucap lelaki bernama Paranggi. Wajah-wajah penuh tanya itupun berubah menjadi senyum. Sebab, tentu siapa saja yang disebut oleh si Paranggi adalah seniman juga. Yah, begitulah anggapan mereka.
Akupun diperkenalkan kemudian kepada orang-orang yang hadir hari itu dan dipersilahkan untuk menyebutkan identitas secara pribadi. Tanpa mengulur waktu, akupun mulai perkenalan itu. Dan setelah itu, pertemuan kamipun menjadi rutin satukali seminggu.
Satu bulan sudah setelah pertemuanku, banyak peristiwa yang telah terjadi setelahnya. Dari peristiwa latihan biasa, workshop sampai dengan pertemuan hatiku bersama seorang perempuan yang berhasil membuat jantungku berdegub kencang.

*******************

Aku merasa sangat sakit hati, setiap ingin berkenalan dengan seseorang. Mereka selalu menyebut nama Febrian atau Randu, seolah mereka adalah dewa penguasa.
Di taman kota itulah, aku berencana membuktikan kepada semua yang hadir bahwa aku juga memiliki kemampuan yang sama dengan Febrian dan Randu, bahkan. Untuk si Randu, dia adalah muridku sedangkan si Febrian. Jelas, aku lebih dahulu suka menulis.
Hari itu adalah sabtu, pertemuan ke lima kami di taman kota. Febrian dan Randu mempersilahkanku untuk membaca hasil karyaku, tanpa menunda akupun mengeluarkan buku kumpulan karyaku kemudian aku baca. Febrian tidak puas dengan itu, ia meminta padaku untuk membaca sebuah tulisan yang telah membuat banyak orang menangis karena larut dalam emosi.
Setelah selesai memenuhi permintan Febrian, Randu kemudian membagikan selembar kertas putih bergulung. Aku belum tahu apa isinya, sampai Randu meminta untuk membuka gulungan tersebut. Setelah membuka, aku membaca lembaran itu dengan teliti. Lembaran yang ternyata berisi sebuah puisi, lengkap dengan biodata penulis.
Sangat jelas terbaca olehku, jika Randu adalah seorang penulis yang mempunyai tulisan telah terbit di berbagaimacam media, bahkan. Dia bersama Febrian dan Sanggita pernah mengikuti sebuah pertemuan yang membuat nama mereka sangat mahal, hampir mengalahkan nama dewa. “hem,, mungkin karena ini yang menyebabkan mereka disebut-sebut” gumamku dalam hati. Sejak saat itu, akupun diam-diam berencana untuk membuktikan kepada mereka bahwa aku juga bisa lebih.
Sejak saat itu, aku jadi tergila-gila dengan membaca dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki pengalaman menulis dengan memendam hasrat untuk membunuh mereka dengan dongeng yang aku buat suatu hari di media.
 

Jumat, 15 Juni 2012

KAPASS #1 01/02/2012


Selayang Komunitas Teater Pelajar (KATAPEL) Lombok Timur

Berawal dari pertemuanku dengan kawan lama “Cak Rur”, begitulah nama akrabnya dipanggil beberapa teman dikampung, orang yang terbilang sangat aktif di dunia berkesenian (teater) ini menggodsaya dengan beberapa pertanyaan tentang kegiatan DK-Lotim (Dewan Kesenian Lotim). Jelas saja saya tidak bisa menjawabnya sebab sampai saat ia bertanya, tidak ada kegiatan berjalan hanya terprogram (seperti para pejabat saja).
Di lain tempat kami bertemu kembali, kali ini dengan jumlah yang lebih banyak, hal tersebut tentu membuat saya berpikir bahwa apa yang akan kami bicarakan akan lebih serius. Tak lama setelah basa-basi pertemuan, ia bercerita tentang beberapa kegiatan kesenian yang dijalankan oleh anak-anak pelajar SMA, saya pun kemudian terdiam merenung dan mencoba mencetuskan sebuah ide bernama Komunitas Teater Pelajar (KATAPEL) yang bermaksud untuk menyatukan semua jenis kesenian di sekolah, tentu saja yang diikuti oleh siswa, dari SD-SMA, hanya saja karena belum ada SD jadi kegiatan ini digabungkan hanya SMP dan SMA. Alhasil, kegiatan tersebut terjadi dengan pentas perdana mereka yang berjudul “reinkarnasi”, sebuah pentas kolaborasi antara musik, puisi dan drama “sebut saja performance art”. Selain perjalanan tersebut. Dalam perkembangannya kemudian, KATAPEL mencoba mendirikan HALTE SASTRA sebagai bukti keseriusan mereka dalam memajukan dunia kesenian yang ada di daerah khususnya lombok timur.
Sebagai langkah selanjutnya, KATAPEL berencana akan menggandeng semua osis di lombok timur untuk menyatukan barisan agar kesenian lebih dihargai dan dilirik oleh orang-orang yang seharusnya memang peduli dengan semua itu, kemudian rencana itu tidak akan berhenti sampai di sini, komunitas berencana untuk mengadakan festival budaya sebagai langkah awal pelestarian budaya, ide ini terlintas dari keyakinan komunitas dan rasa miris akan “anak-anak sasak yang kurang tahu, bahkan tidak tahu tentang budaya mereka sendiri”. Sebagai harapan dari komunitas ini adalah semoga saja kesenian lombok timur berhasil menggantung di dunia sampai semua orang berhasil melihat dan menangkapnya.

| Yogi S. Memeth

Rabu, 06 Juni 2012

CERPENKU: metro riau 05/08/2012


KEMARAU DI MUSIM HUJAN


Cuaca ini terasa dingin sekali, seperti cuaca-cuaca hujan lainnya. Tapi ada yang berbeda dengan hari ini. Rima, perempuan dari seberang kota bercerita tentang diri dan pekerjaannya. pada sebuah pertemuan waktu senja, aku menemukannya sedang bercanda dengan sahabatku di sebuah akun milik kawanku, sesekali mereka berbagi canda dan tawa melepaskan segala penat yang mungkin dari kemarin mendekati mereka. Akupun merasa tergoda dengan keadaan itu, kemudian aku mencoba mengintip siapa sosok Rima yang membuat sahabatku Faqi tertawa begitu lepas sore itu.
Lama aku memperhatikan bagaimana mereka membagi tawa dan bahagia pada suatu senja, akupun memutuskan untuk menulis nama akunnya dalam pencarian pertemanan sembari berharap agar dia menerima pertemananku. Apa yang aku harapkan akhirnya menjadi sebuah kenyataan, diapun menerima permitaanku saat itu juga.
Saat itu, aku melihat beberapa di antara temannya adalah teman dekat yang sekampung denganku, dia adalah Anton, seorang lelaki yang satu hobi denganku. Sebenarnya Anton sendiri sangat lama ingin menemuiku. Maklum saja, ia mengenalku lama, akan tetapi aku tidak mengenalnya. Setelah beberapa peristiwa yang mempertemukanku dengan Anton di sebuah taman kota, rasa penasaran Antonpun ahirnya terjawab pula, hari itu ia bisa melihat bagaimana wajahku, Tono. Begitulah nama yang selama ini selalu disebut-sebut banyak orang dan membuatnya penasaran ingin mengenal sosokku lebih dekat.

***

Satu minggu setelah pertemanku dengan rima, aku merasa sangat nyaman dengannya, ia seperti seorang perempuan yang sangat luar bisa bagiku. Berfikiran dewasa, pintar dan cantik. Sungguh perempuan idaman bagiku. Saat itu, aku mengenalnya sebagai sahabat saja. Tapi, kali ini sangat berbeda setelah tiga minggu mengenalnya. Segala perasaan luka dan sedih seperti kemarau dalam diri menyerang dengan sangat garang dan bermukim lama di dalam jantungku. Namun setelah kedatangannya, membuat segala musim itu menjadi basah, ada perasaan damai yang datang menyelinap dalam pertemuanku dengannya.
Esok harinya, aku mencoba memberanikan diri untuk mengatakan apa yang aku rasakan dalam hatiku tentang dirinya, segala perasaan bercampur aduk. Tapi karena aku tidak bisa membohongi diri, akupun mencoba untuk mengatakan semuanya meski dengan pelan-pelan. “sepertinya, aku merasa nyaman denganmu” ucap tono sambil senyum dalam dalam pesan singkat yang dibuat, “aku sangat senang mengenalmu” balas Rima beberapa saat.
Pertemuan singkat itupun membuat Tono merasa berbunga-bunga, karena perasaan yang dimilikinya ternyata dijawab dengan sebuah harapan. Harapan yang sangat membuat hati Tono yang gersang seperti menemukan musim hujan. Diam-diam pertemuan singkat mereka melalui sebuah media sosialpun membuat mereka saling suka, walaupun keduanya masih malu-malu untuk mengakui perasaan masing-masing.

***

Beberapa bulan saling mengenal, rima kemudian menceritakan tentang sahabat Tono yang menyukainya. Rima benar-benar kalut saat itu, ia menceritakan tentang Anton yang sering mengajaknya untuk berpacaran melalui pesan singkat, handphon anton berbunyi sebagai tanda pesan masuk. Anton membuka dan membaca pesan tersebut, tanpak dahinya berkerut “Kak, coba kakak terka, apa maksud dari pesan ini”, handphonya berbunyi untuk kedua kali “dia mengajakmu menikah”? tanya anton “tidak hanya sampai disana kak, dia sering mendesakku. Katanya dia sangat mencintaiku, dia tidak perduli jika aku mempunyai pacar seperti penjelasan-penjelasanku padanya”. Anton hanya tersenyum membaca pesan yang dikirimkan itu, karena merasa penasaran Rimapun menelpon Anton “sepertinya temanmu itu mulai sinting, setiap malam ia terus mendesakku untuk menikah kak, dan parahnya lagi dia mengajakku cekin” keluh Rima melalui telpon seperti seorang yang sedang bertemu hantu.
Tut-tut-tut (telpon terputus), kemudian sebuah pesan aku kirim “maaf, pulsa adek habis”, “oh ya, gak apa-apa” balasan pesan yang anton kirimkan. Pembicaraanpun selesai malam itu, karen waktu memang juga sudah sangat larut. Maklum, besok pagi. Kedua orang itu akan disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, Anton yang tercatat sebagai seorang guru dan Rima sebagai seorang DJ (disk joki).

***
Perkenalan mereka sudah menjelang satu bulan, dan merekapun sepertinya mulai menemukan bibit-bibit cinta yang bersemi. Entah, Anton bermimpi apa sebenarnya semalam, hari itu menjadi hari yang sangaat kacau baginya. Sebuah pesan singkat masuk di ponsel abal-abalnya “kak, dia memaksaku lagi”, “hem, biarkan saja, anjing menggonggong” jawab anton singkat. “tapi aku bingung kak” jawab Rima mendesak, “kau tentang saja, cobalah kau ganti akunmu atau kau ganti kartumu. Toh nanti dia nyadar sendiri”, “udah kak, tapi aku gak mau kehilangan teman-temanku yang lain, apalagi nomerku itu sudah lama aku pakai. Ayolah kak, tolong aku”, “dia itu teman baikku rima, aku tidak tahu apakah dia masih menganggapku sebagai teman baikku”, “aku tahu kak, terimakasih. Aku tidak mau mengecewakanmu, asal kakak tahu, aku mencintaimu kak”, “aku sayang kamu, juga sayang temanku rima, apa tidak ada cara yang lebih bijak untuk menjawabnya?”, “tapi kak”, “…….” (tidak ada jawaban dari Anton) pembicaraan hari itu berhenti sejenak.
Saat itu, Rima mengganti foto profile pada akunnya. “wah, fotomu”, “kenapa kak”, “seksi”, jawab anton. “kakak tidak suka”, “aku boleh liat albummu” jawab anton penasaran, nanti aku komen tentang foto seksi dan tidak seksimu ya”, “iya kak, terima kasih”, “…….” Pesan terputus, beberapa saat di layar notebooknya setelah memberi komen pada sebuah albumnya. “fotomu, seksi. “Mengundang nafsu”, “kalau begitu, aku akan menutup akun itu, semua foto aku akan sembunyikan”, jawab rima pada chat Facebooknya. Obrolan kemudian selesai, selepas itu. Anton bergegas menuju kantornya.
Lima hari setelah obrolan itu, di sebuah kantin tempat anton bekerja. Sebuah pesan singkat di kirimnya “pantas…kau di acak cek in”, “what!!!!”, “terimakasih kak, atas ucapanmu itu”, “aku tidak bermaksud mengatakan hal buruk tentangmu”, “aku kecewa dengan kakak”, “Anton mencoba menjelaskan duduk permasalahannya”, “terimakasih kakak, ku harap kau menemukan wanita lain yang lebih baik dariku”, “aku tidak bermaksud adek, tidak”, “tapi ucapanmu itu”.
Antonpun merasa gerah, karena rima tidak mau mendengar penjelasan Anton tentang maksud pesan singkat itu, Rima yang sudah terserang kemarahan seolah menjadi “babi buba” yang anti dengan penjelasan-penjelasan. Anton terlihat seperti berfikir, merasa ada yang berubah dengan diri rima, seorang perempuan seberang kota yang sangat ia suka. Anton merasa musim hujan yang sedang menghampirinya menjadi kemarau yang lebih ganas dari gurun sahara.
Aku ini seorang DJ, seorang DJ itu menjual musik. Bukan tubuhnya, tulis rima pada status terbaru di akunnya. “lihatlah pakaian yang kau gunakan, itulah yang membuat laki-laki memandangmu dengan sedikit nafsu” jawab anton dalam chatnya menuju rima
Rima sangat ingin mendengarkan satu kata dari Anton lelaki pujaannya itu, tetapi anton tidak pernah tahu apa yang sebenarnya rima inginkan sebab ia tidak pernah mengungkapkan keinginannya itu.
Pada suatu malam, rima menelpon anton. Saat itu sekitar pukul 23: 00, “apa kabar kak” tanya rima dengan suara yang sedikit aneh, “kau flu” tanya anton “ah tidak, aku baik-baik saja. Sudahlah kau tak usah pura-pura perduli denganku” jawab rima cetus “apa maksudmu adek” jawab anton sambil bingung “seharusnya kakak itu tahu apa yang adek inginkan, kakak tau tidak orang kalau berbuat salah harus melakukan apa” jawab rima dengan suara sedikit lirih. Mendengarkan jawaban rima itu, anton merenung dan menjawab dengan pasti “apa”? “kakak menyebalkan, aku tidak seburuk itu kak, aku ini masih seorang yang bisa menjaga harga diri” “adek” potong anton dengan sedikit emosi “dengarkan dulu, sedikitpun aku tidak bermaksud untuk menghinamu, aku hanya komen terhadap poto di Fbmu tetapi dalam waktu yang lain, tidak saat kita sedang membahas poto akan tetapi pada saat yang lain dengan tema yang lain” tutur anton “aku mengerti kak, tapi ucapanmu itu, telah menyanyat hatiku”, “aku tidak pernah bermaksud demikian adek, aku hanya…ah..sudahlah, sebaiknya kita tidak membahas masalah itu lagi” pinta anton, “aku hanya ingin tahu, apa yang orang ucapkan jika melakukan kesalahan kakak”, pembicaraan sempat terhenti sesaat dan anton menjawab “jika memang itu membuat semua masalah selesai, aku mohon maaf. Aku tidak punya maksud apapun selain mencoba mengatakan kepadamu bahwa cara berpakaianmu itu mengundang nafsu, wajar saja jika seorang laki-laki menganggapmu seperti wanita murahan karena kau sendiri mungkin tidak menyadari apa yang kau lakukan. Baiklah maafkan aku adek, aku hanya mencoba memberikan perhatianku kepadamu agar kau tak dianggap perempuan murahan oleh orang lain. Hanya itu” papar anton, saat itu jam sudah sangat larut. Hampir menjelang pagi, “sekarang sebaiknya kakak istirahat saja dulu, esok kita lanjutkan lagi” ajak rima setelah mendengarkan penjelasan dari orang yang paling ia suka.

SEPENGGAL TENTANG KOMUNITAS RABU LANGIT


Rabu Langit berasal dari dua suku kata “rabu” dan “langit”. Rabu berarti hari sedangkan langit berarti pelindung/ atap, jadi rabu langit dari segi bahasa berarti “hari yang berlindung dibawah langit”. Komunitas yang berdiri sejak tanggal 20 desember 2012 ini sebenarnya disyahkan pada awal januari 2012 tepatnya tanggal 1 januari 2012. komunitas ini didirikan atas dasar pemikiran untuk menjawab kehausan dalam dunia tulis menulis. [kilas balik] hari itu adalah pertemuanku dengan seorang bernama Fatih K J di rumahnya. Bukan pertemuan pertama akan tetapi pertemuan yang sedikit ganjil, bisa dibilang. Sebagian pemikiranku dengan saudara fatih [panggilan akrab fatih k j] adalah sama dalam konsep berorganisasi, hal inilah yang kemudian mempertemukan kami dalam sebuah kesepakatan untuk membentuk sebuah komunitas bernama rabu langit. Hari rabu menjadi sangat istimewa, sebab hari itu tiga buah peristiwa yang sangat luar biasa dan ada yang sangat mengganggu pemikiranku, tiga peristiwa itu adalah 1) terbentuknya komunitas rabu langit sendiri, 2) teman-teman penyair NTB memanggilku sebagai penyair moge [motor gede] karena memang aku sedikit suka dengan motor gede dan yang ke tiga meresmikan sebuah bangunan sederhana untuk dijadikan markas besar.
 Sebagai langkah awal pendirian organisasi ini adalah memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan dunia kepenulisan sastra di lombok timur dengan mengadakan pendidikan MENULIS GRATIS dan menerbitkan buku sastra sebagai satu-satunya media sastra yang ada di lombok timur. Selanjutnya saya bersma fatih berencana mendirikan HALTE SASTRA (taman baca khusus sastra untuk masyarakat) dalam upaya untuk memberikan penyadaran tentang pentingnya bersastra khususnya kepada kalangan muda, pemikiran ini tidak muncul begitu saja, akan tetapi melalui perjuangan dan pertimbangan yang sangat panjang. Perkembangan dunia sastra di Lombok Timur bisa dibilang sangat payah dan menyedihkan, tidak seperti diwilayah-wilayah lain, selalu ada penulis-penulis handal dan media serta wadah untuk mengembangkan diri dalam dunia kepenulisan. Dalam bahasa lain, komunitas rabu langit memiliki keyakinan dan tekad untuk memfasilitasi generasi muda selanjutnya sebagai tongkat estapet untuk perkembangan kesastraan Lombok Timur. Komunitas yang awalnya hanya berdiri sebab dua pemikiran orang ini yaitu Yogi s. Memeth dan Fatih kudus jaelani kemudian berkembang sangat pesat dalam waktu singkat, hal inilah yang kemudian memotifasi kami untuk mencoba memperkenalkan diri kepada media-media luar yang memiliki kolom sastra agar menjadi motifasi bagi anggota-anggota lainnya.
Komunitas rabu langit memfokuskan diri dalam dunia tulis menulis terutama sastra dengan anggota awal dua orang sebagai pendiri yang selanjutnya diikuti baru lima orang anggota saja. Sebagai tindakan lanjut keseriusan dalam kegiatan berkesastraan komunitas rabu langit mengadakan kegiatan yang bertajuk “ngeder sastra” yang bisa ditermahkan dalam bahasa indonesia “mengurasi sampai akar-akar sastra” pada setiap hari rabu dan segala kegiatan-kegiatan diskusi selalu difokuskan pada hari rabu, inilah alasan mendasar mengapa komunitas ini bernama “rabu” dan “langit” sebagai naungan.
Dalam penerimaan anggota baru, komunitas ini tidak memerlukan formulir, pas fotho atau apapun yang lumrah digunakan dalam persyaratan untuk masuk sebuah organisasi. Komunitas ini hanya menerima anggota yang menunjukkan karya mereka sebagai bukti keseriusan untuk menjadi seorang penulis, adapun mereka yang ingin masuk tapi belum bisa menulis mereka tetap diterima sebagai anggota akan tetapi mereka harus mempunyai skill yang dekat dengan dunia kepenulisan, semisal ahli dalam layout ataupun seorang wartawan dengan maksud agar hasil kerja dalam komunitas menjadi profesional. Dan yang paling mendasar adalah siapapun bisa bergabung. 

Senin, 05 Maret 2012

KAPASS # 2. Maret 2012

Identitas

Judul Buku     : Antologi Puisi ”TRAH”
Penulis            : R. Mega Ayu Krisandi D
Penerbit         : Indie Book Corner
Cetakan          : Pertama 2010
Tebal               : 106 halaman





DARI ISTANA YANG RAPUH, MENUJU DUNIA NYATA DAN KEMBALI RAPUH 

Salah satu perkataan Tuhan yang pernah muncul tentang semua ini adalah ”tiap-tiap manusia itu diciptakan dalam keadaan suci, dan orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi atau Nasrani”, yang bila diterjemahkan bebas orang tualah yang menjadikan anak mereka rupa-rupa bentuk dan rupa-rupa warna. Dalam hal ini, orang tua telah mengalami pelebaran makna pada diri saya, orang tua ini bukan saja hanya mereka yang telah melahirkan, memberi susu dan makan sampai membersihkan popok dan pakaian. Melainkan, orang tua adalah mereka yang ada di sekitar lingkungan, baik masyarakat, pendidikan dan keluarga. Karena sesungguhnya, dalam tahap usia anak-anak sampai dewasa, seseorang sangat sulit mendengarkan wejangan-wejangan, akan tetapi lebih gampang melakukan peniruan. Tanpa sempat berfikir apakah yang ditiru itu baik atau buruk. Dalam hal ini, penulis antologi puisi Trah bertemu dengan ketiga lingkungan tersebut, yang barang tentu memiliki kultur budaya dan latar belakang yang berbeda.
[Yogi S. Memeth]

R. Mega A.K.D atau akrab dipanggil Chaa adalah seorang gadis belia, selayaknya gadis-gadis seusianya yang masih mencari jati diri. Dalam banyak keluh kesahnya tentang kelahiran tak pernah direncanakan, Chaa mencoba meneriakkan suara-suara minor dalam jantung membuat aliran udara pernafasannya sesak, meski suara-suara itu harus terbentur pada dinding kamar, langit-langit rumah, atau ia harus rela untuk sekedar lewat. Sebab, sebentar lagi suara-suara itu harus ia larungkan pada laut dengan sampan impiannya. Perlawanan-demi perlawanan berkecamuk dalam jiwanya, tapi ia tak berani bersuara sebab, darahnya telah ”terkutuk” dalam sebuah trah.
Seperti pada salah satu puisinya :
//Garis Keturunan//
Padaku,
Terendus garis trah kerajaan (darah dari titis magis tak sempat di baptis)
Sejarah berulang,
Putri tak hendak diikat di puri” (Cha: 2010)

Sebuah ”ketidak siapan” dan ”kebanggaan yang samar” terasa kental pada paragraf selanjutnya dalam puisi yang berjudul sama

silsilah hanya tinggal kertas kusam berlubang
Melintang di tiap bambu tengah tanpa atap
Muntab, lenyap
Terhisap waktu pun selaksa prajurt tak bersayap
: rayap

Darah segala rupa sudah barang tentu tak boleh meninggalkannya sebab ia ”anak raja”, dari darah pujangga, darah tikus, darah anjing, darah apapun jua, boleh ada pada dirinya, tetapi bagi Chaa. Ia memilih darah pujangga, seperti suara gamelan yang pelan, darah itu mengantarkannya pada sebuah muara tentang kesejatian hidup dan manusia. Darah itu semakin ”kental dan binal” setelah ”persetubuhannya” dengan dunia bermain peran yang kemudian meledak membakar dirinya.

//Darah Trah Dewata//
Sesemat kata muncrat di angkasa
Termaktub kesumat lupa tak tersebut
Ksatriaku (yang hidup lingkup megah nirwana)
Di sinilah aku (yang menelungkup dalam griya rumbia)
Mari cinta kita tertawa
Menabuh genta tak bernyawa

Terasa seperti mengintip masa lampau dengan hal-hal kuno. Dengan darah Trah Sastradiwirja mengalir dalam tubuh sang aku. Darah yang kental akan adat budaya tua, dan religi islami yang benar-benar ketat. “Seringkali pada masa kecil aku dihadapkan pada sesuatu yang memang sangat berkesan, berjalan kaki beberapa kilometer dengan menyusur sungai menuju sebuah makam yang ada di lereng gunung, makam Kakek Gliman, seseorang yang telah membabat hutan hingga akhirnya menjadi sebuah desa, katanya. Juga belajar mengasah parang, keris, membantu memasak jenang Suro, jenang Safar di bulan Safar, pengajian, bahkan lebih banyak mengunjungi makam-makam Sunan, raja-raja, atau pun makam leluhur, daripada diajak shopping, jalan-jalan ke taman bermain, atau tempat-tempat yang sudah modern. Mereka, yang biasa kupanggil Mbah putri dan Kung, lebih mengarahkan untuk mengenalkanku pada kehidupan-kehidupan lawas atau kuno seperti itu. Yang sekarang bagiku cukup dirasa memiliki unsur-unsur magis, mistis tersendiri jika mengingat semuanya”. (Cha: 2010)
Selayaknya seorang remaja, Chaa adalah seorang anak manusia yang masih mencari jati dirinya. Bertanya – tanya, sampai pertanyaan itu menjejal kepala dan kemudian ia muntahkah dalam sebuah karya. Sebab mulutnya tidak terlalu berani untuk berteriak dan melawan keadaan yang batinnya sendiri menolaknya dengan kuat. Sebab semua itu harus ia lebur pada sebuah nama ”penghormatan”.

KAPASS # 1. Feb 2012

”aku baru sadar bahwa aku juga pemalas”.

 
 Inilah alasan Tuhan menciptakan manusia “dari sperma dan telur, menggumpal, membentuk diri dan mulai merayap, merangkak, berjalan, kemudian berlari” sebagai salah satu pembelajaran bahwa hidup butuh proses untuk mencapai titik temu bermuara pada satu tujuan“.
Yogi S. Memeth


-          Identitas
Judul                                 : Pemalas Itu: Kaya, Bahagia Dan Menikmati Hidupnya
Penerbit                           : Indie Book Corner
Tebal/ jumlah halaman  : 150 halaman
Penulis                              : Mas Dot
Tahun terbit                     : mei 2011

-          Orkesta malam

”Malam ini begitu pekat kawan, sepekat ampas kopi. Malam ini begitu hening kawan, tapi itu sangkamu. Cobalah dengar, cobalah dengar barang sejenak. Oo begitu merdu bukan? Itulah orkestra malam yang tak setiap orang mau mendengarnya
Itulah nyanyian malam temanku menepi temukan diri” mas Dot.
Ternyata suara alam itu sudah demikian dibikin merdu selaras dengan semesta, antara kebisingan-kebisingan itu ia sudah meleburkannya menjadi sunyi dalam nyanyian alam, ada saat-saat dimana ayam jantan berkokok bersahut-sahutan, kodok-kodok mendadak berlomba untuk bernyanyi, atau ngengat-ngengat yang mencapi puncak riuh dalam orkestra malamnya. Ada rahasia yang mesti ditelanjangi, kita perlu menemukan sejatinya, memberikan kesimpulan dan membuat keputusan bahwa inilah diri kita.
” kebanyakan orang menyangka pemalas itu tidak kaya dan bahagia, dan para pekerja keras adalah PEMALAS SEJATI. Takperlu menunggu esok untuk kaya, tapi kekayaan itu muncul ketika anda meyakininya Mas Dot.
Inilah hal terindah dalam sebuah perjalanan, ketika seorang anak manusia menemukan apa yang sebenarnya ia cari dan ia butuhkan. Kita perlu memahami dan menangkap segala rahasia yang tersimpan. Dalam kutipan berikut: ” langkah laju roda pedati: sudah sudahlah, kau takkan mampu mengatamkan bait bait cinta di muka muka semesta ini. Bahkan debu debu di bulu hidungmupun belum sempat kau eja makna. Kau cukup menapakkan kakimu saja. Kaki yang kau pahami sebagai kendara lajur roda pedati. Pelan pelan saja, tak perlu risau terik menekik pun gerimis yang lamis lamis. Sederhana saja. Pahami laju langkahmu, maka kaupun kan tahu jejak jejak yang dulu menyisa setepak. Jika cinta telah berubah di dadamu, tetaplah dalam langkah laju roda pedatimu. Bagikan cintamu kepada siapa saja, itu lebih menerangkan hatimu dibanding kau buat jaring laba laba. Kedewasaanmu dapat kau ukur di lingkup kerak kulit bumi yang nyata. Bukan dalam perut bumi, bukan dalam lautan tak bertuan. Maka jikalau kau lelah, sejak berhentilah. Mampirlah di cafe cafe yang ada dan bertapalah disana. Kau kan banyak temukan pelajaran berharga. Jika kau dapat mengerti pastilah kau kan terseyum saat jasad tak lagi mengurungmu pada dimensi ketiga ini” (mas Dot, 2011: 48), ini berarti bahwa kita butuh sebuah kepastian terhadap mimpi mana yang harus kita pilih. Dan pada setiap mimpi itu ada semak belukar, jika kaki merasa lelah tertusuk cadas, luka mesti dikeringkan dan perlu menghela nafas untuk kemudian melanjutkan langkah. Yang jelas mimpi tidak boleh berhenti.

-          Pembedahan
Dalam buku ini, masalah yang begitu kompleks dikupas dengan sangat sederhana. Sebagai salah satu bukti dari penulis bahwa ia adalah seorang pemalas yang menyukai keindahan alam, menangkap pristiwa-pristiwa didalamnya kemudian memaknakannya. Sebuah ide ”gila” dari penulis untuk merombak makna ”pemalas” (pekerja cerdas), tentu sebuah kawalan yang berbeda dari kamus bahkan tidak akan pernah sama dengan kamus. Dalam tiap-tiap lembar buku itu aku baca beberapa kali sampai benar-benar isi tiap pembahasannya aku temukan maksudnya.
Dalam pemaparan makna tentang pemalas dan pekerja keras mas Dot mencoba untuk membongkarnya secara apik dan menggelitik (daya humornya tinggi kayaknya) sehingga jika kita membaca isinya, kita akan menganggap enteng isi buku ini, padahal. Dalam tulisan yang sekali lagi sangat ringan dibahasakan ini, isinya sangat kental dengan perenungan-perenungan. Perenungan yang membutuhkan energi bernama keseriusan dan totalitas sehingga kita benar-benar memahami apa sebenarnya yang kita cari.
Penjabaran Mas Dot melalui jejak kaki di perbukitan, tentang jalur yang berkelok-kelok, jalur yang terjal, kadang menanjak dan penuh dengan desau angin dan akan menjadi persoalan apabila kita belum siap dengan setiap pilihan. Sebab dalam setiap pilihan selalu saja ada resiko-resiko, tidak sedikit orang menyerah dengan resiko itu dan mereka itu adalah tipikal orang yang mengikuti asumsi masyarakat kebanyakan tentang mereka harus bekerja-bekerja dan bekerja tanpa pernah bertanya sebelumnya apakah pekerjaan itu memang mereka ”wajar” berada didalamnya bukan atas dasar keterpaksaan (tuntutan dari sebuah asumsi bernama tradisi masyarakat).
Sampai aku memutuskan untuk menyelesaikan tulisan ini, aku baru sadar tentang siapa diriku sebenarnya dan apa yang aku butuhkan (terimakasih mas Dot), tersesat (pinjam istilah), demikianlah keperluan setiap orang, mereka harus berani tersesat. Sebuah istilah menggelitik untuk memfokuskan masalah pada ”tersesat”. Untuk tahu tentang perampok, baik kehidupan, pola fikir, dan tetek-bengeknya maka orang tersebut harus berani (bukan nekat) untuk menyelami dunia itu sendiri. Orang-orang terkadang suka (menikmati) ketersesatan pemahaman yang telah membudaya pada masyarakat itu sendiri, pemahaman turun temurun (sudah mulai bergeser dalam diriku) dari nenek-sampai cicitnya tentang pomeo-pomeo dari moyang mereka (jadi inget film islam KTP).
Agar tulisan ini tidak ngelantur, sebaiknya saya mulai membuat garis bawah terhadap statemen awal, bahwa dalam tulisan ini tidak akan membahas item-item keseluruhan dalam buku tersebut karena sesungguhnya inti dari buku setebal 250 halaman itu hanyalah 4 (empat) hal yaitu: 1) tahap pencarian, 2) tahap perenungan dan 3) upgrade, terahir 4) niat. Penulisan tiga hal ini dilakukan sengaja tidak dengan begitu mendatail, dengan maksud agar pembaca sedikit penasaran dan mau bertanya serta membuat penulis terangsang untuk mencari refrensi yang menopang tentang 3 hal tersebut.

1.      Tahap pencarian (mimpi)
Seorang anak manusia perlu ”mencari” dan memahami dirinya sendiri, apa sebenarnya yang ia inginkan dan ia butuhkan, bukan malanjutkan mimpi orang lain (membebek) ”istilah dalam tulisan Mas Dot”. Semua orang berhak untuk memiliki mimpi, tanpa campur tangan orang tua, seorang anak harus membangun mimpi menangkap ribuan kunang-kungan untuk ia jadikan cahaya dalam dirinya sebab, apa yang ditemukan oleh orang lain belum tentu sama dengan apa yang akan ditemuknan generasi berikutnya. Dalam tahap pencarian ini, mas Dot mengadalogikannya sebagai sebuah perjalanan menuju satu titik, titik itu ia gambarkan sebagai sesuatu yang ia sukai (pegunungan) ”pendakian adalah pencarian jalan. Seorang pendaki itu tujuannya jelas, mencapai puncak, hidup tanpa tujuan seperti pendaki yang tersesat di gunung, berarti mendekati kematian, tersesat dalam hidup berarti membunuh diri perlahan” (mas Dot: 2011: 15) pemilihan gunung sebagai salah satu titik keputusan bukannya tanpa alasan, penulis mencoba memaparkan bagaimana pencarian sebuah titik melalui apa yang menjadi hoby. Dengan tujuan agar maksud yang disampaikan menjadi sangat dekat dengan keseharian, tentu saja analogi setiap kita boleh berbeda-beda untuk menemukan sebuah muara, pada titik mana kita harus mengambil keputusan bahwa ”ini jalanku”. Tidak sedikit generasi-generasi muda berpendapat ”masa muda, masa poya-poya, masa yang harus dinikmati” (boleh dong jika aku sempat menangis mendengarnya), sungguh miniatur kehancuran, sebab tidak sedikit dari anak-anak SMP ataupun sampai perkuliahan yang masih memegang faham ini. Faham hidup tanpa sebuah tujuan.
Dari beberapa hasil diskusiku (anggap saja investigasi) dengan beberapa perempuan (anak SMP/ SMA sampai anak kuliahan) tidak sedikit yang melanjutkan studi hanya untuk menghilangkan asumsi/ pembicaraan masyarakat akan mengutuk mereka sebagai seorang ”sampah”, tidak berguna dan lain sebagainya, atau tak jarang juga yang ”bertujuan” hanya sekedar tak mau membatu pekerjaan orang tua mereka. Sengaja bertujuan saya berikan tanda petik, karena sesungguhnya ini bukanlah tujuan melainkan pembenaran terhadap budaya ”malas” (aku lebih suka dengan gengsi) yang sudah mendarah daging di masyarakat, semua ini terjadi karena kesalahan pendidikan, kesalah fahaman terhadap konsep hidup. Wet, jangan bilang ini jauh dari pembahasan, mari coba kita fahami bahwa sering sekali orang tua memberikan kita wejangan bahwa kita harus sekolah, kemudian bekerja, menikah dan bla-bla-bla yang artinya bahwa kita tidak pernah memiliki mimpi, melainkan melanjutkan mimpi dan tak sedikit orang yang tunduk dengan semua itu atas nama rasa hormat ”hormat yang sesat”.


2.      Tahap perenungan
Kita mesti merenung (wah jadi inget mas Dot, jangan-jangan dia seorang petapa, hehehe)
”jika anda terlalu sibuk dengan apa yang anda lakukan, maka anda hanya akan menjadi robot bernama manusia, terlalu sibuk sampai-sampai lupa untuk apa sebenarnya kesibukan yang telah anda lakukan. Terlalu sibuk sampai-sampai tak tahu tujuan hidup, kebanyakan orang hanya menuruti persepsi masyarakat yang sudah terlanjur melekat dalam memori fikiran. Sebagian orang disibukkan untuk mencari simbol kebahagiaan, ironis karena apa yang kebanyakan orang kejar hanyalah simbol belaka” (mas Dot, 2011: 21) bahwa sesungguhnya kaya itu: bekerja, rumah mewah, mobil mewah dan wah lainnya (impian sebagian pekerja keras) pun tak sedikit orang-orang ”tersesat” memiliki mimpi seperti ini.
Mas Dot dan aku beda sedikit, jika mas Dot berprinsip ”pemalas” maka aku ”gila”. Suatu hari aku bertemu dengan teman-teman seniman Lombok Timur, hari itu aku diperkenalkan oleh seorang sahabat. Mereka bertanya kepadaku tujuanku masuk dunia seni, sepontan saja aku jawab ”aku ingin menjadi gila”, dengan senyum setengah purnama mereka memelukku erat dan berkata ”selamat bergabung” (potong cerita). Di kampus tempat aku tamatkan sekolahku aku dicap sebagai orang gila (tambah gila setelah membaca ”orang-orang gila yang paling waras”). Sejujurnya saat itu, aku belum menemukan titik terang tentang apa yang aku cari dan tujuanku, sampai titik mana harus menjadi bagian dalam diriku. Semua organisasi kampus aku masuki (tidak termasuk pramuka, maklum malas dan tak suka diatur) untuk menemukan sejatinya diriku, lama proses pencarian itu aku menemukan sebuah nama baru Yogi’s memeth (seorang teman seniman membuang tanda abstruknya). Sebenarnya yogi s. Memeth aku gunakan sejak tahun 1995, disinilah pertama kali aku mencoba menulis (propaganda, sajak dan apapun yang bisa ditulis). Dan sampai saat itu aku belum menemukan sebenarnya diriku, sungguh sebuah perenungan panjang. Tak sedikit aku mendapat perlawanan dari lingkungan terutama keluarga, tapi satu hal yang membuatku tak mundur adalah keyakinaku bahwa ”hanya orang-orang gila yang akan berhasil menguasai dunia dan menaklukkannya”. Aku belajar menemukan potensi diriku, mengumpulkan hobi kemudian aku aduk-aduk dengan potensi itu, dan aku menemukan ”this is me” (sok Inggris) sejatinya diriku, kemauanku, hobiku dan tujuanku.
”pemalas itu adalah orang-orang yang kreatif dan intuitif, ia tahu apa yang ia butuhkan dan mengerti bagaimana memanfaatkan potensi dirinya untuk memperoleh apa yang ia kejar, sedangkan orang yang rajin itu adalah orang yang selalu mengikuti persepsi masyarakat dan melakukan semua tindakan dengan pembenaran” (mas Dot, 2011: 25).
Begini, jika seorang manusia benar-benar muslim sejati (bukan seorang manusia, melainkan hamba) maka ia akan merenungkan mengapa mereka harus menyebah (solat) untuk sang penguasa, padahal ia adalah segala-galanya tinggal minta selesai masalah. Di beberapa diskusiku seorang teman berkata, ”ada juga yang ga pernah berdo’a tapi kok lengkap idupnya” inilah alasan puisi tersebut aku angkat, bahwa proses kreatifnya adalah tak jarang dari diri kita yang melupakan proses hanya ingin sebuah hasil (kebiasaan kebanyakan orang) ”berharap mendapatkan sesuatu, sebelum melakukan sesuatu”.
Dalam beberapa istilah mas Dot (maaf lupa halamannya dan aku ”malas mencarinya”), seorang manusia diharapkan seharusnya berkarya bukan bekerja, melahirkan bukan melanjutkan ”PR”. Mari kita kembali pada sub item ini, bahwa kita butuh merenung (olah sukma dalam teater, wah promosi lagi neh) mencari apa yang sebenarnya kita cari, kita butuhkan, kita inginkan agar kita tidak termasuk orang merugi ”sesungguhnya celakalah mereka yang hari ini tak lebih baik dari kemarin, dan kemarin tak lebih baik dari sekarang” (ucapan sang nabi). Dan demikianlah, jika kita sudah sampai pada tahap perenungan, maka kita perlu berkumpul dengan orang-orang yang sekiranya sepaham dengan jalur kita, agar pada tahap berikutnya. Kita benar-benar menyadari keputusan yang kita buat sendiri

3.      Upgrade
Jika mas Dot menggunakan lagu iwan fals, aku akan menggunakan puisiku sendiri yang esensinya tak jauh beda dengan lagu itu.

PEREMPUAN

ke jalan, tatapanku terpental
10 perempuan telanjang.
ia bertanya luas ruang kerja dekat rumahnya,
dekat kampungnya sampai jalur kota

orang-orang cibir tawa,
pendidikannya kandas biaya

perempuan telanjang tanpa benang
dan anak-anaknya tak mampu bermimpi
sebab semua mimpi
ada biaya

Jika seseorang telah melakukan sebuah perjalanan, maka ia wajib melakukan perenungan. Dalam tidak cukup sampai disitu, ia harus membuat sebuah kesimpulan dari perjalanan sampai perenungan. Dan ini adalah tahap upgrad, tahap dimana semua keinginan harus terbayar mahal, tiap jalan itu ada semak duri, karang yang cadas dan langkahmu siap deraskan getaran darah dan airmata. Tapi sebuah kepuasan setelah mencapai puncak adalah harga yang tak bisa terbayar dengan apapun.
Dari dua tahap yang sejatinya akan memperkenalkan kita kepada sebuah keinginan dan impian, seharusnya perenungan itu membuat kita berani menyimpulkan sebuah keputusan, keputusan yang tentunya tak boleh di ganggu gugat dan dicampur tangani oleh siapapun. Dibutuhkan sebuah ”keberanian” bukan ”kenekatan”, keberanian untuk melawan segala kebiasaan yang sudah terjadi dan membabi-buta dalam masyarakat.
Kita mesti memilih akan menjadi yang mana : 1) membuat suatu terjadi, 2) melihat suatu terjadi dan 3) tidak tahu sesuatu terjadi. (law of attraction) (mas Dot: 2011: 89). Intinya dalam pemilihan mimpi, seorang anak manusia haru sering melakukan perenungan. Tahap ini tidak serta merta lahir begitu saja. Katanya mas Dot (2011: 82) otak manusia itu  punya empat gelombang 1) beta, 2) alfa, 3) theta, dan 4) delta
-          beta: gelombang otak yang memiliki frekuensi tinggi, terbentuk saat kita sadar/ saat melakukan kegiatan sehari-hari
-          alfa: gelombang otak saat rileks, gelombangnya lebih lambat dari beta. Terjadi saat zikir, solat dan mau tidur (alam bawah sadar)
-          theta: gelombang otak saat mencapai puncak ketenangan, kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan
-          delta: gelombang otak ketika tidur nyenyak, dalam kondisi ini orang dapat melihat kejadian yang akan datang. Dapat juga terjadi ketika sadar, nama tepatnya intuisi/ insting.
Hal yang memperkuat ini adalah teori otak kanan dan otak kiri, jadi apapun yang kita lakukan tergantung otak

4.      Niat
Kutipan ini menjadi pengantar: ”hayalkan, niscaya kamu akan dapatkan”, ”segala sesuatu itu, tergantung niatnya”, ”apa yang menjadi prasangkamu, maka begitulah yang akan kau temukan (aku sesuai prasangka hambaku)”
Seseorang yang telah menyadari potensinya dan telah mengalami perenungan panjang, maka ia harus memperkuat niatnya agar setiap aral di depan degup jantungnya mampu ia lawan ”tak ada istilah buruk dalam manusia, yang ada hanyalah, ketidak siapan kita menerima pemberian Allah yang berbeda dari keinginan kita”. ”tiap-tiap segala sesuatu, terlalu sering tidak kita sadari” setidaknya begitulah yang aku tangkap setelah membaca tulisan mas Dot ”Tuhan sebenarnya bukannya tidak mengabulkan semua do’a manusia, tetapi manusia itu tidak siap menerima kenyataan yang diberikan Tuhan). Waduh, apa hubungannya yah.....
Begini, jika seorang anak manusia memiliki niat (totalitas) tertinggi terhadap mimpinya, maka ia harus siap dengan segala resiko yang terdapat di dalamnya, jadi kita perlu benar-benar mengkaji mimpi setelah perenungan dan memperkuat niat, agar kita tidak menjadi ”bebek” (mas Dot) yang hanya mengikuti kata orang tua, kata tetangga, sebab hidup ini bukan milik mereka, melainkan milik kita sendiri

-          Bab terahir ini aku lebih suka menyebutnya kesimpulan bukan sebagai kekurangan
hampir tak ada kekurangan dalam tulisan mas Dot ini, bagaimana tidak. Filsafat ia bahasakan dengan begitu ringan, budaya (bebek) orang lampau sampai detik ini ia coba tolak mentah. Sederhanananya begini, fikirkan, mimpikan, pastikan dalam hati (totalitas), maka anda akan temukan apa yang anda cari.