MIMPI DENDE AYU
Sebuah kisah gadis remaja
berusia 16 tahun. Sejak kecil ia hidup bersama kedua orangtuanya dengan keadaan
ekonomi yang pas-pasan, tak seperti rumah para tetangga. Tidak ada TV, kulkas,
ataupun radio sebagai pelipulara, ia ditinggalkan oleh ayahnya dalam usianya ke
16 karena penyakit sesak nafas akut yang diderita.
Tidak seperti gadis biasanya,
Dende Ayu adalah gadis remaja yang memiliki segudang prestasi dibidang seni, ia
adalah sosok gadis yang sering membawa nama sekolah memenangkan beberapa lomba
baik ditingkat Kecamatan dan Kabupaten. Tidak hanya sampai disitu, ia bahkan
sering memenangkan lomba di luar sekolah.
Dende ayu adalah seorang manusia
normal, yang memiliki mimpi-mimpi seperti gadis-gadis ABG lainnya, mimpi
sederhana untuk membuat orangtuanya bangga dengan prestasi yang dimilikinya. Ia
adalah sosok gadis yang dikenal sangat sederhana, baik hati dan suka bergaul.
Sayang, semua mimpi-mimpi yang ia miliki menjadi pudar setelah kematian
ayahnya, ia merasa sangat kasian dengan ibunya yang bekerja pagi, siang bahkan
malam. Tak jarang ibunya harus batuk dan sakit-sakitan sebab menanggung beban
yang terlalu berat bagi perempuan. Hal itupula yang membuat Dende ayu berfikir
bahwa, dia harus berhenti dari sekolahnya agar ia tidak menjadi penambah beban
orang yang paling dicintainya, sering ia katakan kepada sahabat baiknya: “Lentang,
sepertinya aku harus berhenti sekolah, kematian ayahku yang beberapa tahun
memaksa ibu harus bekerja keras, aku tidak sanggup melihat penderitaannya”.
Keadaan yang begitu menekan bagi seorang anak ABG, “aku sudah tidak sanggup
lagi dengan semua ini, aku merasa semua harus berahir, aku tidak mampu memiliki
mimpi lagi, mimpi itu sudah aku kubur dalam-dalam”. Sifatnya yang peramah dan
suka bergaul sedikit berubah, ia menjadi sosok yang pendiam dan suka murung
setelah kepergian ayahnya.
Dengan segala
kenyataan-kenyataan yang dihadapi itu, Dende merasa apa yang menimpanya terlalu
berat. Ia sangat sadar dengan keadaannya dan keadaan orangtuanya, hal itulah
kemudian membuat Dende mengambil keputusan untuk berhenti dari sekolahl
Demikianlah Dende dihadapkan
pada mimpi dan kenyataan, mimpi yang selama ini selalu didamba-damba dan
kenyataan akan kerasnya aral yang
merintang. Namun Dende tidak pernah patah semangat ia terus menggali
potensi dalam dirinya sambil terus berdo’a agar Tuhan mendengarkan keluh
kesahnya. Bagi Dende, Tuhan adalah satu-satunya tempat melepas dan mencurahkan
perasaan tanpa ragu dan khawatir tidak didengarkan.
Yogi S. Memeth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar