Cari Blog Ini

Minggu, 26 Januari 2014

MUSEUM FILM FESTIVAL. Ada yang “tidak beres”

Sebelumnya, selamat untuk para pemenang. Ini bukan karena keinginan untuk mendapatkan juara, akan tetapi sekedar meluruskan agar pembaca tahu kenyataan yang sesungguhnya.



 Sebelum acara nonton bareng
Ada apa dengan lomba film di musium negeri provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang di motori oleh STMIK Bumi Gora NTB?
Begitulah pertanyaan yang mengganggu fikiran saya, menurut surat disposisi yang telah di tanda tangani oleh kepala sekolah yaitu 07 januari 2014. Surat tersebut di kirim oleh Dinas Kebudayaan dan pariwisata provinsi nusa tenggara barat tertanggal 24 desember 2013-20 januari 2014 (menurut juklak-juknis), tidak ada yang salah dengan surat itu. Akan tetapi menjelang 1 (satu) minggu hari puncak lomba yaitu 20 januari 2014 (sekali lagi menurut juklak-juknis) saya tidak pernah membaca petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak-juknis) karena memang tidak di lampirkan berdasarkan surat undangan.
Beberapa saat kemudian, saya menghubungi nomor telephon cellular (phoncell) yang terdapat dalam brosur dengan inisial “B” untuk meminta agar di kirimkan juklak-juknis, supaya mengerti tentang Durasi, Tema, dan segala sesuatu yang menyangkut lomba. Karena memang demikianlah Juklak-juknis di buat agar semua peserta tidak memiliki kebingungan dengan lomba yang akan di ikutinya.
Berdasarkan email (surat elektronik) yang saya terima dalam email pribadi, tertanggal 16 januari 2014 yang artinya, saya belum juga mengerti tentang banyak hal dalam lomba tersebut. Jika di hitung dari tanggal yang sudah ditentukan yaitu 20 januari 2014 dengan tanggal 16 januari 2014 maka waktu yang saya miliki untuk membaca juklak-juknis adalah 4 (empat) hari.
Suatu hari tepatnya tanggal 18 januari 2014 (kalau tidak salah ingat), saya kemudian menerima telephon dari seorang panitian dengan nomor 087xxxxxxx42 memberikan informasi bahwa, batas pengumpulan karya adalah bukan tanggal 20 januari 2014, melainkan tanggal 19 januari 2014. Jelas saya sangat terkejut, karena film saya buat baru saja selesai di ambil (shoting) pada tanggal 18, yang artinya saya hanya memiliki waktu hanya satu hari proses edit. Ini mungkin bukan kesalahan dari panitia, akan tetapi kesalahan saya kenapa harus tidak mengambil gambar sebelum tanggal itu. Karena menurut panitia dengan nomer 0xxxx666xxxx mengatakan “mengapa bapak tidak bertanya kepada panitia”, jika saya kembali bertanya kepada panitia. “mengapa tidak ada konfirmasi sebelumnya dari panitia?, jika melihat kronologi dari surat masuk” maka pertanyaannya adalah, ada apa dengan lomba film ini?
Tidak hanya itu, ada 1 (satu) item yang membuat saya sangat merasa tergelitik dalam nominasi lomba dari 3 (tiga) item, item tersebut adalah: penyutradaraan terbaik, film terfavorit pilihan penonton dan terahir adalah film pendek terbaik. item terlucu yaitu: item kedua “Film terfavorit pilihan penonton”, yang menurut asumsi saya adalah, se-jelek apapun film tersebut menurut disiplin per-filman baik dari konsep dramatisasi, editing, naskah atau skenario, jika bagi penonton itu bagus, maka secara otomatis ia akan menjadi pemenang. Selanjutnya, pemutaran film tersebut berada di museum negeri Provinsi pada pukul 19:00-22:00 wita.
Mungkin bagi sebagian orang, bahwa film yang baik adalah yang disukai/ mengena di hati penonton. Saya sangat sepakat dengan teori ini, tapi apakah sudah menjamin jika film tersebut benar-benar “bagus” bagaimana kalau film tersebut di buat oleh anak provinsi? Apakah mereka yang memiliki “gengsi” di kalahkan oleh kabupaten akan mengatakan film kabupaten semisal Lombok Tengah atau Lombok Timur masih kalah bagus dengan film buatan anak-anak provinsi
Maka pertanyaan saya adalah:
1.      Mengapa film tersebut “harus di putar di museum provinsi”?
2.      Mengapa pemutaran tersebut harus 19:00-22:00 wita?
3.      Mengapa tidak pagi hari atau siang hingga sore hari?
4.      Mengapa tidak di putar di Lombok tengah atau Lombok timur?
Jika pertanyaan ini di ajukan kepada saya, maka saya akan menjawab pertanyaan pertama dengan mengatakan “bahwa provinsi masih takut di kalahkan oleh kabupaten dalam lomba ini” selanjutnya pertanyaan ke 2 (dua) sampai 4 (empat) saya akan jawab, bahwa “panitia memang sengaja”, karena pada jam tersebut akan jarang di hadiri oleh orang-orang semisal Lombok Tengah apalagi Lombok Timur yang berada di kejauhan.
Permasalahannya tidak hanya pada jarak tempuh, melainkan pada ke-tidak “pedulian” panitia bahwa di Lombok Timur, untuk mendapatkan izin keluar malam terutama bagi anak gadisnya masih sangat kental, kemudian ketidak mungkinan sekolah akan menghadirkan ratusan siswanya dengan menggunakan mobil jenis mini bus sampai 4 atau 5 unit yang barang tentu menghabiskan anggaran besar.
Maka bagi saya, jika melihat dengan teliti permasalahan ini yang dihubungkan dengan waktu pemutaran, maka panitia terkesan “sengaja” dan melakukan “kecurangan” dalam pengadaan lomba, di tambah lagi dengan durasi antara surat masuk dengan perubahannya tanpa melalui konfirmasi setidak-tidaknya 4-3 (hari) setelah surat masuk, itupun sangat terlalu cepat bagi sebuah produksi film. Maka prasangka saya adalah “panitia bukanlah orang yang memiliki disiplin ilmu film” entalah
Tidak hanya sampai di situ, maka pertanyaan yang sangat masuk akal di ajukan adalah “apakah provinsi bisa mendapat film terfavorit bagi penonton, jika pemutarannya berada di Lombok Timur terutama di tempat saya”? maka jawabannya adalah “belum tentu atau bahkan tidak sama sekali” karena permasalahan “gengsi” di kalahkan oleh provinsi
Permasalahan ini pernah saya pertanyakan kepada seorang panitian melalui nomer phoncell 087xxxxxxx42, akan tetapi sampai saat penulis menyelesaikan tulisan ini, nomer tersebut tidak juga menjawab.

Setelah acara nonton bareng
Sebelum membahas permasalahan ini, terlebih dahulu saya terangkan bahwa nomer ponsel 087xxxxxxx42 mengirimkan pesan singkat (SMS) ke nomer saya tepat tanggal 21 januari 2014 yang berisikan undangan untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya penonton untuk mendukung sekolah masing-masing, tidak cukup dengan SMS, nomer tersebut yang sampai saat ini saya tidak mau tau nama pemiliknya menelphon saya pada saat Proses Belajar Mengajar (PBM) berlangsung tentang prihal yang sama. Al hasil, sayapun mengundang banyak siswa melalui akun Facebook saya dengan meng-upload foto poster film karya Lombok Timur.
Tepat pukul 17:00 wita, kami berangkat dari Lombok Timur menuju musium. Sesampai di musium, kami di minta untuk mengisi registrasi (buku tamu), dalam buku tersebut oleh panitia di pisahkan antara pemain, crew, pembina, pendukung dan umum. Asumsi awal saya mengatakan, “ini membuktikan adanya keinginan panitia agar gampang membedakan sekiranya film mana yang akan menjadi favorit penonton dengan jumlah pendukung terbanyak”. Namun setelah pemuturan 10 (sepuluh) film yang dintakan terpilih oleh panitia, saya mencoba mempertanyakan tentang film favorit versi penonton, karena setelah film masing-masing penonton di putar, sebagian penontonpun beranjak pulang. Saya bertanya kepada panitia “apakah vout penonton batal” panitia yang saya tidak sempat menanyakan namanya itu berkata “oh, tidak ada…kenapa anda mau pulang?” “iya, kami dari lombok timur, itu jauh mas, besok pagi siswa saya harus sekolah” panitia bilang “setelah pemutaran film ini akan ada diskusi tentang film”. Sayapun menjadi bingung bercampur heran, karena jelas-jelas di undangan baik dalam brosur, juklak-juknis, SMS dan telphon panitia mengatakan akan ada film vout dari penonton, akan tetapi DI BATALKAN (bahasa saya) begitu saja tanpa ada penjelasan yang pasti mengapa itu di batalkan, yang artinya bahwa: kreteria “film favorit penonton” pada item ke 2 dari 3 kriteria yang akan mendapatkan nominasi telah di batalkan tanpa ada konfirmasi. Maka pertanyaannya adalah, “Ada apa dengan panitia”? sungguh sebuah hasil kerja yang tidak “beres” sangat terasa
Kepada seorang panitia dengan nomer 087xxxxxxx42 yang ahirnya saya kenal sebagai “L.Z” saya mengirimkan pesan singkat setelah memastikan bahwa saya tidak dapat menghadiri undangan pengumuman tanggal 23 januari 2014 seperti smsnya, tepat pukul 11 (entah lewat berapa menit, saya kurang perhatikan) saya mempertanyakan tentang hasil lomba kepada nomer tersebut.
“bagaimana hasilnya”? nomer yang saya kirimi pesan tersebut membalas (replay) dengan menggunakan nomer berbeda 085xxxxxx65 mengirim jawaban “MUFIFEST. Trimakasi atas partisipasi rekan” sineas dalam Museum Film Festival 2014. Mari tumbu kembangkan bersama audio visual d NTB. Film terbaik: Mesaji, Cinematography terbaik: cerita kain Ide cerita terbaik: dong ayo ke museum. Terima kasih” (isi pesan tidak di rubah sedikitpun dari aslinya, baik titik ataupun tanda baca lainnya). Karena masih merasa bingung, saya kembali bertanya kepada nomer tersebut tentang kriteria “kriterianya mas”? nomer tersebut membalas “semua. Umum mhs plajar”. Saya sangat bingung dengan jawaban ini, sayapun kembali bertanya “maksudnya yang 3 (tiga) judul itu ya sekaligus plajar, mhs dan umum begitu”?

Dalam juklak-juknis yang saya terima, ada tiga peserta dalam lomba ini: pelajar, mahasiswa dan umum.. entah karena kesalahan saya yang mengartikan bahwa dari yang tiga kalangan ini akan memperebutkan kelas yang berbeda, yaitu: pelajar akan bersaing sesama pelajarnya, mahasiswa akan bersaing dengan mahasiswanya, begitu pula dengan tingkat umumnya. Akan tetapi, sekali lagi saya keliru memahami konsep panitia yang tidak pernah dijelaskan dalam apapun bahwa yang 3 kriteria ini akan bertarung dalam kelas yang sama: yaitu umum melawan pelajar dan mahasiswa dan sebaliknya. Jika setelah membaca kiriman SMS panitia yang berbunyi “yang terbaiknya pelajar dr SMA 2 selong. Cinemato dr mahasiswa. Ide cerita dr mahasiswa unram” entah, apakah pemahan saya terhadap pesan singkat ini masih keliru atau hampir sama. Jika memang lomba ini untuk umum mengapa harus menggunakan nama pelajar dan mahasiswa? Atau jika memang lomba ini ini untuk tingkat umum, pelajar dan mahasiswa. Mengapa nominasinya bukan pelajar ya pelajar, umum ya umum dan mahasiswa ya mahasiswa? Ini bukanlah turut campur terhadap kehibijakan panitia, akan tetapi menjadi suatu yang aneh, jika lomba tingkat SMA di samakan dengan tingkat perguruan tinggi apalagi akan masuk ke umum? Entahlah. Ada yang tidak beres dengan lomba ini

Selasa, 27 November 2012

SCRIPT MATAHARI (UNTUK) BULAN


Scene 1: jalan raya sepi
beberapa kendaraan lewat Vika berjalan tampak putus asa berhenti didepan gerbang rumah, terduduk menatap ponselnya

Ekstra 1:
ayo, berderinglah

Setelah lama, tergesa-gesa mengangkatnya

halo, ia benar saya sendiri”. (mendengar dengan teliti) “benarkah? Dimana (wajahnya tampak berseri) baiklah, sebentar lagi saya akan meluncur kesana (mempersiapkan beberapa barang kebutuhannya, ia menghubungi kekasihnya)
“sayang, katanya ada sebuah kampung yang masih kental mempertahankan kebudayaan. Kesana yuk. Ok, aku tunggu ya. Jangan lama-lama

Scene 2: di jalan kecil sebuah kampung
beberapa orang berdiri, nampak di wajah mereka rasa khawatir, sebab sampai jam hampir malam, ada yang nampak putus asa, sebagian terduduk. Lelah, bosan. Begitulah orang-orang itu menunggu depan gardu menuju kampung halaman.

Ekstra 2:
(berteriak) dia…….datang

Orang-orang serentak menatap senang sepeda motor yang berjalan semakin mendekat dan berhenti

Ekstra 2:
Kau bisa menjemputku setelah tiga hari, terimakasih sebelumnya

Cont’d
Ekstra 1:
Maaf, perjalanan sedikit terhambambat, sudah lama disini? Sebaiknya kita langsung saja menuju desa

Dia masih banyak pekerjaan, jadi tak bisa tinggal bersamaku

Scene 3: di kampung
Vika disambut oleh beberapa sesepuh adat dan sebuah tarian tradisional. ia mengeluarkan kamera mini dan sebuah buku harian ditempat itupula ia bertemu dengan temannya Tika yang memberinya info di telpon, ia banyak mendapatkan penjelasan-penjelasan tentang kegiatan yang sedang berlangsung

Ektra 1: (mengambil gambar)
Terimakasih infomu

Ekstra 3: tersenyum, berbicara banyak hal, sesekali menunjuk kearah penari (catatan 1)
Namanya bulan, nanti kau aku kenalkan dengannya
Selepas latihan, Tika mendekati Bulan dan membicarakan prihal kedatangan Vika, dari arah panggung Tika menunjuk kearah Vika dan Bulan memperhatikan dengan seksama. Mereka kemudian menghampiri Vika yang sedari tadi selesai mengambil gambar dan menulis di buku hariannya.

Ekstra 4: (memperbaiki penampilannya)
Beginilah kampung kami setiap harinya, dari generasi ke generasi upacara adat gawe selalu dilakukan. Kata amaq dan inaq, agar kesenian dan kebudaya tetap utuh dan bisa dikenal generasi selanjutnya

Ekstra 5: (dari arah panggung, memperhatikan sejenak)
Ulan, beke’ temoe tie istirahat juluk maeh. Lelah ruenne

Ekstra 4:
Kata amaq, kita harus istirahat

Cond’t
Ia adalah orang yang paling dituakan di kampung ini, salah satu dari puluhan pemangku adat yang masih kuat ingin mempertahankan kebudayaan

Ekstra 1:
Apakah kau mau menemaniku membicarakan beberapa hal tentang tradisi ini

Ekstra 4: (khawatir)
Tapi, amaq bilang

Ekstra 1: (memotong)
Hem sebentar sajalah, waktuku tidak banyak disini. Aku hanya butuh beberapa data untuk dikirimkan kepada rektor di kampus

Ekstra 4: (tersenyum)
saya takut dia nanti marah. Santailah, kita nikmati dulu suasana di kampung terpencil ini

Sene 4: teras depan rumah
vika membuka notebooknya dan mengembangkan tulisan yang ia buat di buku catatan hariannya

ekstra 5: (keluar rumah, memperbaiki kainnya)
Beginilah kampung kami mbak, tak ada yang bisa diharapkan dari kesenian, dulu kampung ini lebih ramai dengan adanya pemuda-pemuda yang ikut serta menjaga kelestarian budaya. Tapi, mereka lebih memilih keluar negeri. Bagi mereka, tak ada yang pantas diandalkan dari berkesenian, saya pergi sebetar dulu, kau diam saja disini bersama Bulan.

Ekstra 4: ( membawa minuman dan makanan, meletakkan di atas meja, duduk di sebelahnya)
silahkan dinikmati mba’ tapi maaf disini tidak ada makanan sebagus kota.
Hidup dengan berkesenian mungkin adalah tindakan bodoh, aku sebenarnya sangat ingin meninggalkan kampung ini. Disini tak ada yang bisa diharapkan dari berkesenian


Ekstra 1: (meyakinkan)
Ayahmu tadi bercerita, tapi tidak banyak, sebaiknya kamu jangan berkecil hati, harusnya kamu bangga dengan yang dimiliki kampung halamanmu. Justru ini akan membawa penghasilan bagi daerah bila di kelola dengan baik. Kamu mau mengajariku bahasa daerahmu. Setidaknya itu akan mempermudahku untuk mengenali kebudayaanmu, waktu saya tidak banyak karena harus kembali ke kota. Jadi, saya akan menulis beberapa hal tentang daerah ini

Cat to notebook
Ekstra 1: (mengisi blog, lampiran beberapa foto) “nasib kesenian dan budaya di masa mendatang”
Ekstra 4: (bingung, heran)
Itu…
Ekstra 1: (tersenyum)
Ini adalah salah satu media untuk memperkenalkan diri, tidak hanya itu, media ini bisa dimanfaatkan sebagai ajang promosi. Kamu bisa melakukan hal yang sama, memperkenalkan kampung halamanmu dan kebudayaan yang berkembang disini, saya yakin. Dengan potensi yang dimiliki kampung halamanmu itu akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan
Ekstra 4:
Kalau begitu, bantulah saya vika. Aku mengajari mba bahasa daerahku dan mba mengajariku tentang blog itu

Scene 5:
Vika meninggalkan desa, dijemput pacarnya
Ekstra 1:
Suatu hari nanti, semoga kita bertemu lagi

Ekstra 4: (melambaikan tangan, tersenyum)
Hati-hati di jalan ya

Cond’t
Bulan belajar mengisi blog miliknya. Beberapa orang berkunjung ke kampung halamannya, sebab itupula, vika kembali ke kampung tersebut tanpa diketahui bulan

Ekstra 4: (berfikir, tersenyum lebar)
Inilah kampung yang kurindu, kampung budaya.

Ekstra 1: (dari belakang, tersenyum)
sebuah mimpi yang dulu temaram menjadi terang seperti matahari untukmu bulan. Selamat ya

ekstra 4: (terkejut, menoleh)
Semoga saja ini bukan mimpi tengah hari

Ekstra 1: (menulis buku hariannya “catatan 5&6” kemudian menutup bukunya)

Jumat, 16 November 2012

SHORT MOVIE "MIMPI DENDE AYU"


MIMPI DENDE AYU


Sebuah kisah gadis remaja berusia 16 tahun. Sejak kecil ia hidup bersama kedua orangtuanya dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan, tak seperti rumah para tetangga. Tidak ada TV, kulkas, ataupun radio sebagai pelipulara, ia ditinggalkan oleh ayahnya dalam usianya ke 16 karena penyakit sesak nafas akut yang diderita.
Tidak seperti gadis biasanya, Dende Ayu adalah gadis remaja yang memiliki segudang prestasi dibidang seni, ia adalah sosok gadis yang sering membawa nama sekolah memenangkan beberapa lomba baik ditingkat Kecamatan dan Kabupaten. Tidak hanya sampai disitu, ia bahkan sering memenangkan lomba di luar sekolah.
Dende ayu adalah seorang manusia normal, yang memiliki mimpi-mimpi seperti gadis-gadis ABG lainnya, mimpi sederhana untuk membuat orangtuanya bangga dengan prestasi yang dimilikinya. Ia adalah sosok gadis yang dikenal sangat sederhana, baik hati dan suka bergaul. Sayang, semua mimpi-mimpi yang ia miliki menjadi pudar setelah kematian ayahnya, ia merasa sangat kasian dengan ibunya yang bekerja pagi, siang bahkan malam. Tak jarang ibunya harus batuk dan sakit-sakitan sebab menanggung beban yang terlalu berat bagi perempuan. Hal itupula yang membuat Dende ayu berfikir bahwa, dia harus berhenti dari sekolahnya agar ia tidak menjadi penambah beban orang yang paling dicintainya, sering ia katakan kepada sahabat baiknya: “Lentang, sepertinya aku harus berhenti sekolah, kematian ayahku yang beberapa tahun memaksa ibu harus bekerja keras, aku tidak sanggup melihat penderitaannya”. Keadaan yang begitu menekan bagi seorang anak ABG, “aku sudah tidak sanggup lagi dengan semua ini, aku merasa semua harus berahir, aku tidak mampu memiliki mimpi lagi, mimpi itu sudah aku kubur dalam-dalam”. Sifatnya yang peramah dan suka bergaul sedikit berubah, ia menjadi sosok yang pendiam dan suka murung setelah kepergian ayahnya.
Dengan segala kenyataan-kenyataan yang dihadapi itu, Dende merasa apa yang menimpanya terlalu berat. Ia sangat sadar dengan keadaannya dan keadaan orangtuanya, hal itulah kemudian membuat Dende mengambil keputusan untuk berhenti dari sekolahl
Demikianlah Dende dihadapkan pada mimpi dan kenyataan, mimpi yang selama ini selalu didamba-damba dan kenyataan akan kerasnya aral yang  merintang. Namun Dende tidak pernah patah semangat ia terus menggali potensi dalam dirinya sambil terus berdo’a agar Tuhan mendengarkan keluh kesahnya. Bagi Dende, Tuhan adalah satu-satunya tempat melepas dan mencurahkan perasaan tanpa ragu dan khawatir tidak didengarkan.

Yogi S. Memeth

Selasa, 14 Agustus 2012

CERPENKU: KORAN CYBER

LELAKI DAN DONGENG PEMBUNUH








 Dingin malam itu tidak juga menghentikan mulut lelaki bermata sayu menghabiskan tawa di tepi jalan sebuah taman kota. Bulan sabit yang memancar setengahnya tenggelam di dalam kabut hitam menjadikan bias cahanya berkilau seperti tembaga. 
Semakin indah malam itu untuk mengulang kisah-kisah lama yang masih hangat di benaknya, ia baru saja selesai menelponku selepas seorang lelaki datang ke rumahnya sembari membawa kamera kesayangannya. “tunggu aku, sebentar lagi kita akan segera kesana. Kemudian kita akan membelah malam dengan seikat puisi, disini ada seorang berilmu. sakti” ucapnya dari balik gagang telepon miliknya.  Demikianlah kabar yang aku dengar malam itu, segala peristiwa terkunci dan berkumpul dalam dada kembali bersemi ingin meledakkan putik-putik yang terlalu lama mengatup dalam sebuah kuncup.
Duapuluh menit sudah, setelah telpon terputus. Suara deru sepeda motor terdengar dari depan rumah, tidakku hiraukan suara itu. sampai tepat berhenti di sampingku, “ayok bung, kita pergi” ucap seorang lelaki selepas mematikan mesin.
Aku menoleh, seorang lelaki bertubuh gempal dengan senyum yang belum aku mengerti, menegurku. “bagaimana kabarmu bung, apa kau sehat saja” ucapnya sambil menyodorkan tangan kanan untuk memberikan salam. Malam yang sungguh tak pernah aku duga, seorang lelaki kelas elit datang mengunjungi rumah sederhanaku yang penuh dengan bising kenyataan. Dimana aku menikmatinya sebagai sebuah kesunyian.
Aku diam malam itu, nikmat dingin dalam perjalanan yang menusuk tulang tubuh kurusku tanpa baju penghangat tak menghentikan rasa dahaga untuk bertemu dengan lelaki itu. Sungguh sebuah rasa seperti kemarau yang tiba-tiba hujan tak terduga datang.

*******************

Ini adalah kali keduanya kami bertemu setelah beberapa bulan terlewat selepas acara sebuah lomba di kampus. Tak banyak hal yang bisa kami bicarakan, mungkin baginya aku adalah mahluk aneh yang belum bernama.
Setelah beberapa waktu, pada akun yang kubuka waktu itu. Seorang teman memberikan saran kepadaku untuk menulis sebuah nama. Nama yang kemudian akan mengantarkanku pada sebuah pertemuan rutin dengan lelaki itu, lelaki yang sempat kukenal waktu itu. “hei, apa kabarmu, kau masih mengingatku? Kita sempat bertemu. Dulu, waktu acara festival itu. Kau ingat?” ucapku meyakinkan. “ooh,,iya..bagaimana kabarmu” jawabnya entah bingung, atau pura-pura mengingat untuk memberi sedikit ruang bagi perbincanganku. “aku teman si Febrian”, “astaga……..bagaimana, bagaimana” kali ini jawabnya sangat tegas, seolah nama febrian baginya adalah sebuah nama yang mengingatkannya pada sebuah kenangan. Entah kenangan apa itu. Jelas, nama febrian menjadi sebuah tiket untuk perkenalan dengan lelaki itu.
Setelah waktu itu, pertemuanpun menjadi sering terjadi. Walaupun kami jarang melakukan pembicaraan yang panjang, karena bagiku. Tak ada satu katapun bisa terucap untuk seorang lelaki yang memiliki kelas jauh lebih tinggi, lelaki terkenal dengan nama mentereng. Sebuah nama pembawa kenangan.
Keadaan itu tentu sangat mengganggu, aku sangat ingin ketika orang lain menyebut namaku.  Mereka akan teringat satu hal, tentang seorang lelaki yang berdiri di atas langit dengan segala bintang-bintang, air dan ikan-ikan itu sangat ribut menyebut sebuah nama. adalah aku.


*******************
Febrian lelaki yang sangat suka menulis segala peristiwa, orang lebih mengenalnya sebagai seniman. seorang  berwajah mulus dan tampan, menjadi idaman perempuan.
Hari itu adalah sabtu, pertemuan pertama setelah beberapa tahun tidak bertemu dengan seorang bernama Randu. Iapun kemudian mengajakku pergi ke taman kota selong untuk mengikuti sebuah acara, pertemuan para seniman muda Lombok Timur. Sungguh peristiwa yang sangat luarbiasa bagiku, setelah beberapa lama aku tidak pernah bertemu dengan tokoh seniman. Hari itu, menjadi sangat istimewa. Hari yang telah lama aku nanti-nantikan.
Selepas turun dari kendaraan, aku menuju lingkaran paling tengah taman itu, wajah-wajah menatapku. Ada yang penuh tanya, adapula yang biasa saja. “selamat sore bung, apa kabarmu hari ini. Silahkan duduk” ucap lelaki bernama Paranggi. Wajah-wajah penuh tanya itupun berubah menjadi senyum. Sebab, tentu siapa saja yang disebut oleh si Paranggi adalah seniman juga. Yah, begitulah anggapan mereka.
Akupun diperkenalkan kemudian kepada orang-orang yang hadir hari itu dan dipersilahkan untuk menyebutkan identitas secara pribadi. Tanpa mengulur waktu, akupun mulai perkenalan itu. Dan setelah itu, pertemuan kamipun menjadi rutin satukali seminggu.
Satu bulan sudah setelah pertemuanku, banyak peristiwa yang telah terjadi setelahnya. Dari peristiwa latihan biasa, workshop sampai dengan pertemuan hatiku bersama seorang perempuan yang berhasil membuat jantungku berdegub kencang.

*******************

Aku merasa sangat sakit hati, setiap ingin berkenalan dengan seseorang. Mereka selalu menyebut nama Febrian atau Randu, seolah mereka adalah dewa penguasa.
Di taman kota itulah, aku berencana membuktikan kepada semua yang hadir bahwa aku juga memiliki kemampuan yang sama dengan Febrian dan Randu, bahkan. Untuk si Randu, dia adalah muridku sedangkan si Febrian. Jelas, aku lebih dahulu suka menulis.
Hari itu adalah sabtu, pertemuan ke lima kami di taman kota. Febrian dan Randu mempersilahkanku untuk membaca hasil karyaku, tanpa menunda akupun mengeluarkan buku kumpulan karyaku kemudian aku baca. Febrian tidak puas dengan itu, ia meminta padaku untuk membaca sebuah tulisan yang telah membuat banyak orang menangis karena larut dalam emosi.
Setelah selesai memenuhi permintan Febrian, Randu kemudian membagikan selembar kertas putih bergulung. Aku belum tahu apa isinya, sampai Randu meminta untuk membuka gulungan tersebut. Setelah membuka, aku membaca lembaran itu dengan teliti. Lembaran yang ternyata berisi sebuah puisi, lengkap dengan biodata penulis.
Sangat jelas terbaca olehku, jika Randu adalah seorang penulis yang mempunyai tulisan telah terbit di berbagaimacam media, bahkan. Dia bersama Febrian dan Sanggita pernah mengikuti sebuah pertemuan yang membuat nama mereka sangat mahal, hampir mengalahkan nama dewa. “hem,, mungkin karena ini yang menyebabkan mereka disebut-sebut” gumamku dalam hati. Sejak saat itu, akupun diam-diam berencana untuk membuktikan kepada mereka bahwa aku juga bisa lebih.
Sejak saat itu, aku jadi tergila-gila dengan membaca dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki pengalaman menulis dengan memendam hasrat untuk membunuh mereka dengan dongeng yang aku buat suatu hari di media.
 

Jumat, 15 Juni 2012

KAPASS #1 01/02/2012


Selayang Komunitas Teater Pelajar (KATAPEL) Lombok Timur

Berawal dari pertemuanku dengan kawan lama “Cak Rur”, begitulah nama akrabnya dipanggil beberapa teman dikampung, orang yang terbilang sangat aktif di dunia berkesenian (teater) ini menggodsaya dengan beberapa pertanyaan tentang kegiatan DK-Lotim (Dewan Kesenian Lotim). Jelas saja saya tidak bisa menjawabnya sebab sampai saat ia bertanya, tidak ada kegiatan berjalan hanya terprogram (seperti para pejabat saja).
Di lain tempat kami bertemu kembali, kali ini dengan jumlah yang lebih banyak, hal tersebut tentu membuat saya berpikir bahwa apa yang akan kami bicarakan akan lebih serius. Tak lama setelah basa-basi pertemuan, ia bercerita tentang beberapa kegiatan kesenian yang dijalankan oleh anak-anak pelajar SMA, saya pun kemudian terdiam merenung dan mencoba mencetuskan sebuah ide bernama Komunitas Teater Pelajar (KATAPEL) yang bermaksud untuk menyatukan semua jenis kesenian di sekolah, tentu saja yang diikuti oleh siswa, dari SD-SMA, hanya saja karena belum ada SD jadi kegiatan ini digabungkan hanya SMP dan SMA. Alhasil, kegiatan tersebut terjadi dengan pentas perdana mereka yang berjudul “reinkarnasi”, sebuah pentas kolaborasi antara musik, puisi dan drama “sebut saja performance art”. Selain perjalanan tersebut. Dalam perkembangannya kemudian, KATAPEL mencoba mendirikan HALTE SASTRA sebagai bukti keseriusan mereka dalam memajukan dunia kesenian yang ada di daerah khususnya lombok timur.
Sebagai langkah selanjutnya, KATAPEL berencana akan menggandeng semua osis di lombok timur untuk menyatukan barisan agar kesenian lebih dihargai dan dilirik oleh orang-orang yang seharusnya memang peduli dengan semua itu, kemudian rencana itu tidak akan berhenti sampai di sini, komunitas berencana untuk mengadakan festival budaya sebagai langkah awal pelestarian budaya, ide ini terlintas dari keyakinan komunitas dan rasa miris akan “anak-anak sasak yang kurang tahu, bahkan tidak tahu tentang budaya mereka sendiri”. Sebagai harapan dari komunitas ini adalah semoga saja kesenian lombok timur berhasil menggantung di dunia sampai semua orang berhasil melihat dan menangkapnya.

| Yogi S. Memeth

Rabu, 06 Juni 2012

CERPENKU: metro riau 05/08/2012


KEMARAU DI MUSIM HUJAN


Cuaca ini terasa dingin sekali, seperti cuaca-cuaca hujan lainnya. Tapi ada yang berbeda dengan hari ini. Rima, perempuan dari seberang kota bercerita tentang diri dan pekerjaannya. pada sebuah pertemuan waktu senja, aku menemukannya sedang bercanda dengan sahabatku di sebuah akun milik kawanku, sesekali mereka berbagi canda dan tawa melepaskan segala penat yang mungkin dari kemarin mendekati mereka. Akupun merasa tergoda dengan keadaan itu, kemudian aku mencoba mengintip siapa sosok Rima yang membuat sahabatku Faqi tertawa begitu lepas sore itu.
Lama aku memperhatikan bagaimana mereka membagi tawa dan bahagia pada suatu senja, akupun memutuskan untuk menulis nama akunnya dalam pencarian pertemanan sembari berharap agar dia menerima pertemananku. Apa yang aku harapkan akhirnya menjadi sebuah kenyataan, diapun menerima permitaanku saat itu juga.
Saat itu, aku melihat beberapa di antara temannya adalah teman dekat yang sekampung denganku, dia adalah Anton, seorang lelaki yang satu hobi denganku. Sebenarnya Anton sendiri sangat lama ingin menemuiku. Maklum saja, ia mengenalku lama, akan tetapi aku tidak mengenalnya. Setelah beberapa peristiwa yang mempertemukanku dengan Anton di sebuah taman kota, rasa penasaran Antonpun ahirnya terjawab pula, hari itu ia bisa melihat bagaimana wajahku, Tono. Begitulah nama yang selama ini selalu disebut-sebut banyak orang dan membuatnya penasaran ingin mengenal sosokku lebih dekat.

***

Satu minggu setelah pertemanku dengan rima, aku merasa sangat nyaman dengannya, ia seperti seorang perempuan yang sangat luar bisa bagiku. Berfikiran dewasa, pintar dan cantik. Sungguh perempuan idaman bagiku. Saat itu, aku mengenalnya sebagai sahabat saja. Tapi, kali ini sangat berbeda setelah tiga minggu mengenalnya. Segala perasaan luka dan sedih seperti kemarau dalam diri menyerang dengan sangat garang dan bermukim lama di dalam jantungku. Namun setelah kedatangannya, membuat segala musim itu menjadi basah, ada perasaan damai yang datang menyelinap dalam pertemuanku dengannya.
Esok harinya, aku mencoba memberanikan diri untuk mengatakan apa yang aku rasakan dalam hatiku tentang dirinya, segala perasaan bercampur aduk. Tapi karena aku tidak bisa membohongi diri, akupun mencoba untuk mengatakan semuanya meski dengan pelan-pelan. “sepertinya, aku merasa nyaman denganmu” ucap tono sambil senyum dalam dalam pesan singkat yang dibuat, “aku sangat senang mengenalmu” balas Rima beberapa saat.
Pertemuan singkat itupun membuat Tono merasa berbunga-bunga, karena perasaan yang dimilikinya ternyata dijawab dengan sebuah harapan. Harapan yang sangat membuat hati Tono yang gersang seperti menemukan musim hujan. Diam-diam pertemuan singkat mereka melalui sebuah media sosialpun membuat mereka saling suka, walaupun keduanya masih malu-malu untuk mengakui perasaan masing-masing.

***

Beberapa bulan saling mengenal, rima kemudian menceritakan tentang sahabat Tono yang menyukainya. Rima benar-benar kalut saat itu, ia menceritakan tentang Anton yang sering mengajaknya untuk berpacaran melalui pesan singkat, handphon anton berbunyi sebagai tanda pesan masuk. Anton membuka dan membaca pesan tersebut, tanpak dahinya berkerut “Kak, coba kakak terka, apa maksud dari pesan ini”, handphonya berbunyi untuk kedua kali “dia mengajakmu menikah”? tanya anton “tidak hanya sampai disana kak, dia sering mendesakku. Katanya dia sangat mencintaiku, dia tidak perduli jika aku mempunyai pacar seperti penjelasan-penjelasanku padanya”. Anton hanya tersenyum membaca pesan yang dikirimkan itu, karena merasa penasaran Rimapun menelpon Anton “sepertinya temanmu itu mulai sinting, setiap malam ia terus mendesakku untuk menikah kak, dan parahnya lagi dia mengajakku cekin” keluh Rima melalui telpon seperti seorang yang sedang bertemu hantu.
Tut-tut-tut (telpon terputus), kemudian sebuah pesan aku kirim “maaf, pulsa adek habis”, “oh ya, gak apa-apa” balasan pesan yang anton kirimkan. Pembicaraanpun selesai malam itu, karen waktu memang juga sudah sangat larut. Maklum, besok pagi. Kedua orang itu akan disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, Anton yang tercatat sebagai seorang guru dan Rima sebagai seorang DJ (disk joki).

***
Perkenalan mereka sudah menjelang satu bulan, dan merekapun sepertinya mulai menemukan bibit-bibit cinta yang bersemi. Entah, Anton bermimpi apa sebenarnya semalam, hari itu menjadi hari yang sangaat kacau baginya. Sebuah pesan singkat masuk di ponsel abal-abalnya “kak, dia memaksaku lagi”, “hem, biarkan saja, anjing menggonggong” jawab anton singkat. “tapi aku bingung kak” jawab Rima mendesak, “kau tentang saja, cobalah kau ganti akunmu atau kau ganti kartumu. Toh nanti dia nyadar sendiri”, “udah kak, tapi aku gak mau kehilangan teman-temanku yang lain, apalagi nomerku itu sudah lama aku pakai. Ayolah kak, tolong aku”, “dia itu teman baikku rima, aku tidak tahu apakah dia masih menganggapku sebagai teman baikku”, “aku tahu kak, terimakasih. Aku tidak mau mengecewakanmu, asal kakak tahu, aku mencintaimu kak”, “aku sayang kamu, juga sayang temanku rima, apa tidak ada cara yang lebih bijak untuk menjawabnya?”, “tapi kak”, “…….” (tidak ada jawaban dari Anton) pembicaraan hari itu berhenti sejenak.
Saat itu, Rima mengganti foto profile pada akunnya. “wah, fotomu”, “kenapa kak”, “seksi”, jawab anton. “kakak tidak suka”, “aku boleh liat albummu” jawab anton penasaran, nanti aku komen tentang foto seksi dan tidak seksimu ya”, “iya kak, terima kasih”, “…….” Pesan terputus, beberapa saat di layar notebooknya setelah memberi komen pada sebuah albumnya. “fotomu, seksi. “Mengundang nafsu”, “kalau begitu, aku akan menutup akun itu, semua foto aku akan sembunyikan”, jawab rima pada chat Facebooknya. Obrolan kemudian selesai, selepas itu. Anton bergegas menuju kantornya.
Lima hari setelah obrolan itu, di sebuah kantin tempat anton bekerja. Sebuah pesan singkat di kirimnya “pantas…kau di acak cek in”, “what!!!!”, “terimakasih kak, atas ucapanmu itu”, “aku tidak bermaksud mengatakan hal buruk tentangmu”, “aku kecewa dengan kakak”, “Anton mencoba menjelaskan duduk permasalahannya”, “terimakasih kakak, ku harap kau menemukan wanita lain yang lebih baik dariku”, “aku tidak bermaksud adek, tidak”, “tapi ucapanmu itu”.
Antonpun merasa gerah, karena rima tidak mau mendengar penjelasan Anton tentang maksud pesan singkat itu, Rima yang sudah terserang kemarahan seolah menjadi “babi buba” yang anti dengan penjelasan-penjelasan. Anton terlihat seperti berfikir, merasa ada yang berubah dengan diri rima, seorang perempuan seberang kota yang sangat ia suka. Anton merasa musim hujan yang sedang menghampirinya menjadi kemarau yang lebih ganas dari gurun sahara.
Aku ini seorang DJ, seorang DJ itu menjual musik. Bukan tubuhnya, tulis rima pada status terbaru di akunnya. “lihatlah pakaian yang kau gunakan, itulah yang membuat laki-laki memandangmu dengan sedikit nafsu” jawab anton dalam chatnya menuju rima
Rima sangat ingin mendengarkan satu kata dari Anton lelaki pujaannya itu, tetapi anton tidak pernah tahu apa yang sebenarnya rima inginkan sebab ia tidak pernah mengungkapkan keinginannya itu.
Pada suatu malam, rima menelpon anton. Saat itu sekitar pukul 23: 00, “apa kabar kak” tanya rima dengan suara yang sedikit aneh, “kau flu” tanya anton “ah tidak, aku baik-baik saja. Sudahlah kau tak usah pura-pura perduli denganku” jawab rima cetus “apa maksudmu adek” jawab anton sambil bingung “seharusnya kakak itu tahu apa yang adek inginkan, kakak tau tidak orang kalau berbuat salah harus melakukan apa” jawab rima dengan suara sedikit lirih. Mendengarkan jawaban rima itu, anton merenung dan menjawab dengan pasti “apa”? “kakak menyebalkan, aku tidak seburuk itu kak, aku ini masih seorang yang bisa menjaga harga diri” “adek” potong anton dengan sedikit emosi “dengarkan dulu, sedikitpun aku tidak bermaksud untuk menghinamu, aku hanya komen terhadap poto di Fbmu tetapi dalam waktu yang lain, tidak saat kita sedang membahas poto akan tetapi pada saat yang lain dengan tema yang lain” tutur anton “aku mengerti kak, tapi ucapanmu itu, telah menyanyat hatiku”, “aku tidak pernah bermaksud demikian adek, aku hanya…ah..sudahlah, sebaiknya kita tidak membahas masalah itu lagi” pinta anton, “aku hanya ingin tahu, apa yang orang ucapkan jika melakukan kesalahan kakak”, pembicaraan sempat terhenti sesaat dan anton menjawab “jika memang itu membuat semua masalah selesai, aku mohon maaf. Aku tidak punya maksud apapun selain mencoba mengatakan kepadamu bahwa cara berpakaianmu itu mengundang nafsu, wajar saja jika seorang laki-laki menganggapmu seperti wanita murahan karena kau sendiri mungkin tidak menyadari apa yang kau lakukan. Baiklah maafkan aku adek, aku hanya mencoba memberikan perhatianku kepadamu agar kau tak dianggap perempuan murahan oleh orang lain. Hanya itu” papar anton, saat itu jam sudah sangat larut. Hampir menjelang pagi, “sekarang sebaiknya kakak istirahat saja dulu, esok kita lanjutkan lagi” ajak rima setelah mendengarkan penjelasan dari orang yang paling ia suka.

SEPENGGAL TENTANG KOMUNITAS RABU LANGIT


Rabu Langit berasal dari dua suku kata “rabu” dan “langit”. Rabu berarti hari sedangkan langit berarti pelindung/ atap, jadi rabu langit dari segi bahasa berarti “hari yang berlindung dibawah langit”. Komunitas yang berdiri sejak tanggal 20 desember 2012 ini sebenarnya disyahkan pada awal januari 2012 tepatnya tanggal 1 januari 2012. komunitas ini didirikan atas dasar pemikiran untuk menjawab kehausan dalam dunia tulis menulis. [kilas balik] hari itu adalah pertemuanku dengan seorang bernama Fatih K J di rumahnya. Bukan pertemuan pertama akan tetapi pertemuan yang sedikit ganjil, bisa dibilang. Sebagian pemikiranku dengan saudara fatih [panggilan akrab fatih k j] adalah sama dalam konsep berorganisasi, hal inilah yang kemudian mempertemukan kami dalam sebuah kesepakatan untuk membentuk sebuah komunitas bernama rabu langit. Hari rabu menjadi sangat istimewa, sebab hari itu tiga buah peristiwa yang sangat luar biasa dan ada yang sangat mengganggu pemikiranku, tiga peristiwa itu adalah 1) terbentuknya komunitas rabu langit sendiri, 2) teman-teman penyair NTB memanggilku sebagai penyair moge [motor gede] karena memang aku sedikit suka dengan motor gede dan yang ke tiga meresmikan sebuah bangunan sederhana untuk dijadikan markas besar.
 Sebagai langkah awal pendirian organisasi ini adalah memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan dunia kepenulisan sastra di lombok timur dengan mengadakan pendidikan MENULIS GRATIS dan menerbitkan buku sastra sebagai satu-satunya media sastra yang ada di lombok timur. Selanjutnya saya bersma fatih berencana mendirikan HALTE SASTRA (taman baca khusus sastra untuk masyarakat) dalam upaya untuk memberikan penyadaran tentang pentingnya bersastra khususnya kepada kalangan muda, pemikiran ini tidak muncul begitu saja, akan tetapi melalui perjuangan dan pertimbangan yang sangat panjang. Perkembangan dunia sastra di Lombok Timur bisa dibilang sangat payah dan menyedihkan, tidak seperti diwilayah-wilayah lain, selalu ada penulis-penulis handal dan media serta wadah untuk mengembangkan diri dalam dunia kepenulisan. Dalam bahasa lain, komunitas rabu langit memiliki keyakinan dan tekad untuk memfasilitasi generasi muda selanjutnya sebagai tongkat estapet untuk perkembangan kesastraan Lombok Timur. Komunitas yang awalnya hanya berdiri sebab dua pemikiran orang ini yaitu Yogi s. Memeth dan Fatih kudus jaelani kemudian berkembang sangat pesat dalam waktu singkat, hal inilah yang kemudian memotifasi kami untuk mencoba memperkenalkan diri kepada media-media luar yang memiliki kolom sastra agar menjadi motifasi bagi anggota-anggota lainnya.
Komunitas rabu langit memfokuskan diri dalam dunia tulis menulis terutama sastra dengan anggota awal dua orang sebagai pendiri yang selanjutnya diikuti baru lima orang anggota saja. Sebagai tindakan lanjut keseriusan dalam kegiatan berkesastraan komunitas rabu langit mengadakan kegiatan yang bertajuk “ngeder sastra” yang bisa ditermahkan dalam bahasa indonesia “mengurasi sampai akar-akar sastra” pada setiap hari rabu dan segala kegiatan-kegiatan diskusi selalu difokuskan pada hari rabu, inilah alasan mendasar mengapa komunitas ini bernama “rabu” dan “langit” sebagai naungan.
Dalam penerimaan anggota baru, komunitas ini tidak memerlukan formulir, pas fotho atau apapun yang lumrah digunakan dalam persyaratan untuk masuk sebuah organisasi. Komunitas ini hanya menerima anggota yang menunjukkan karya mereka sebagai bukti keseriusan untuk menjadi seorang penulis, adapun mereka yang ingin masuk tapi belum bisa menulis mereka tetap diterima sebagai anggota akan tetapi mereka harus mempunyai skill yang dekat dengan dunia kepenulisan, semisal ahli dalam layout ataupun seorang wartawan dengan maksud agar hasil kerja dalam komunitas menjadi profesional. Dan yang paling mendasar adalah siapapun bisa bergabung.